Mohon tunggu...
Etika Fatana
Etika Fatana Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate

Senang membaca, menulis, dan menonton sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manusia dan Dosanya Terkurung dalam Bui

5 Juni 2024   13:03 Diperbarui: 5 Juni 2024   13:13 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ya seharusnya memang seperti itu.”

“Aku menyesal telah membohongi kedua orang tuaku, terlebih pada ibu. Seharusnya aku menuruti apa katanya dan tidak pernah membantahnya. Sekarang, semua yang telah aku perbuat tidak pernah ada yang berjaya. Semuanya.” Tangis terdegar sampai ke telinga si penjaga. Penjaga hanya menatapnya tanpa ekspresi.

Mencuri. Banyak yang telah ia curi, diantaranya adalah uang dan kebahagiaan anak-anak panti asuhan. Miris. Ia juga membohongi kedua orang tuanya, mengatakan bahwa yang ia dapatkan adalah hasil membuka usaha bersama teman, nyatanya ia menggelapkan dana temannya yang seharusnya disalurkan kepada yayasan panti tersebut. 

Suatu waktu, kebohongannya tercium oleh Ibu, tapi apa wanita itu berhenti? Tidak, suara Ibu hanya dianggap angin lalu hingga suatu saat dia berhenti melakukan dosa itu karena terpaksa. Temannya tak lagi menitipkan dana itu kepadanya. 

Setelahnya, wanita itu memilih membuka usaha. Modal yang ia gunakan bukan miliknya, usaha yang dia bangun tidak pernah ada yang berkembang. Selalu gulung tikar di minggu-minggu awal.

Keempat, pada akhirnya manusia hanya bisa menyesal.

Beberapa tersangka tidak pernah sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan besar, beberapa lagi telah mengetahui kesalahannya. Namun, peraturan utama di sel ini: selama kesalahan yang telah kau perbuat belum setimpal dengan masa tahanan, jangan berharap kau dapat keluar. Dan jika diluar sana kau melakukan hal yang terlalu kejam, ucapkan selamat tinggal pada kehidupan yang damai, kau penghuni sel ini selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun