Mohon tunggu...
Esy Lorina Saijan
Esy Lorina Saijan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca, Nonton.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sikap Hidup dalam Pandangan Etika Kristen

3 April 2024   13:21 Diperbarui: 3 April 2024   13:21 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etika adalah bagian dari filsafat dan bahkan dianggap sebagai salah satu cabang filsafat tertua. Dalam konteks filsafat Yunani kuno, etika berkembang dengan kematangan yang luar biasa. Sebagaimana telah disebutkan, etika adalah ilmu, tetapi sebagai filsafat, etika bukanlah ilmu empiris. Saat ini, sains pada dasarnya dipahami sebagai ilmu empiris,  ilmu yang didasarkan pada fakta dan  tidak pernah mengabaikan fakta dalam argumentasinya. Ilmu-ilmu ini bersifat empiris. Karena segala sesuatu terjadi dalam kerangka experiential (pengalaman indrawi). Artinya, apa yang dapat Anda lihat, dengar, cium, dll. Ilmu empiris didasarkan pada pengamatan terhadap fakta, dan ketika suatu hukum ilmiah berhasil dirumuskan, maka kebenaran hukum tersebut harus dipertimbangkan kembali dengan kembali ke fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, filsafat tidak terbatas pada fenomena konkrit. Tentu saja filsafat berbicara  tentang hal-hal yang konkrit, terkadang hal-hal yang sangat konkrit, namun tidak berhenti sampai disitu saja. Filsafat berani melampaui tataran konkrit dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan di balik fenomena konkrit. Misalnya, kita tidak menanyakan bagaimana hukum yang mengatur jatuhnya suatu benda dirumuskan, atau bagaimana kita dapat memahami hubungan antara volume suatu gas dan tekanan yang diberikan padanya. Ini adalah pertanyaan yang dijawab oleh fisika. Dan jika fisika menjawab pertanyaan kedua ini dengan mengatakan bahwa volume gas pada suhu konstan berbanding terbalik dengan tekanan yang diberikan padanya (hukum Boyle),  hal ini dapat dikonfirmasi ulang dengan menggunakan fakta. Filsafat bertanya pada dirinya sendiri bagaimana pengetahuan ilmiah dimungkinkan dalam praktik fisika.


Peran etika di dunia modern

Setiap masyarakat mempunyai nilai dan norma etika. Dalam masyarakat yang homogen dan cukup tertutup, seperti masyarakat tradisional, nilai-nilai dan norma-norma tersebut hampir tidak pernah dipertanyakan. Dalam situasi seperti itu, masyarakat secara otomatis  menerima nilai dan norma yang berlaku. Ketika kita mempertimbangkan situasi etika di dunia modern, ada tiga ciri yang menonjol. Pertama, kita mengalami pluralisme moral. Masyarakat yang berbeda memiliki nilai dan norma yang berbeda. Bahkan masyarakat yang sama pun dapat bercirikan pluralisme moral. Kedua, kini muncul banyak masalah etika baru yang sebelumnya tidak terduga. Ketiga, keprihatinan etika universal nampaknya semakin nyata di dunia modern. Mari kita lihat lebih dekat ketiga ciri tersebut. Pluralisme moral sangat menonjol karena kita sekarang  hidup di era komunikasi. Konon ketika Christopher Columbus menemukan  Amerika pada tahun 1492, atasannya di Eropa, Raja Spanyol, baru mengetahui peristiwa tersebut lima bulan kemudian. Ketika Presiden AS Abraham Lincoln dibunuh (1865), berita tersebut tidak sampai ke Eropa selama 12 hari. Berkat media komunikasi modern, informasi dari seluruh dunia menembus langsung ke rumah kita, dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat kita dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. moralitas dan agama

Tidak dapat dipungkiri bahwa agama  erat kaitannya dengan moralitas. Dalam praktik kehidupan sehari-hari, agama merupakan motivator yang paling penting dan kuat bagi perilaku moral. Ketika ditanya, "Mengapa kita tidak boleh melakukan tindakan ini atau itu?" jawabannya hampir selalu spontan: "Karena agama melarangnya," atau "Karena bertentangan dengan kehendak Tuhan." Contohnya mencakup isu-isu moral praktis seperti pranikah. hubungan seksual. dan masalah moral lainnya yang berkaitan dengan seksualitas. Saat menghadapi permasalahan tersebut, banyak orang yang bersikap sebagai berikut: Jika saya melakukan hal seperti itu, saya akan merasa bersalah. " Itu memecahkan masalah. Cara hidup kita  biasanya ditentukan berdasarkan keyakinan agama. Semua agama mengandung  ajaran moral yang menjadi pedoman tindakan para pengikutnya. Hati nurani sebagai fenomena moral

Setiap orang mempunyai pengalaman  hati nurani, dan pengalaman ini mungkin  merupakan perjumpaan paling jelas dengan moralitas sebagai kenyataan. Sulit untuk menyebutkan pengalaman lain yang secara terbuka mengungkapkan dimensi etika kehidupan kita. Oleh karena itu, pengalaman hati nurani merupakan titik awal yang baik untuk mempelajari etika. Pertama, kami mempertimbangkan tiga contoh pengalaman sadar yang terdistorsi dengan cara ini untuk digunakan dalam analisis berikut. Kami berharap contoh-contoh ini sesuai dengan pengalaman pribadi kami dan hati nurani yang jujur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun