"Pakai baju couple aja ya, biar kerasa kalau ini lagi lebaran". Kata saya ke suami. Dia menurut saja dengan senyum dimanis-maniskan biar istrinya ini tidak kecewa. Ia tahu bahwa saya sudah dua hari belakangan ini agak uring-uringan. Selain karena sudah telat beberapa hari, semoga saja karena isi (mohon diaminkan oleh jamaah kompasianer hehe) juga karena atmosfer lebaran membuat saya semakin merindu kampung halaman.
Teringat tulisan saya di awal Ramadan ini, kami ingin sekali berangkulan di lebaran. Ya kami memang berangkulan. Tapi rangkulan nya virtual. Lewat ratusan gambar gif yang dikirim ke ponsel hampir setiap menitnya.
Baca juga : Kami Sangat Ingin Berangkulan Nanti Saat Lebaran
Tapi setelah dijalani, ya lebaran ini tak seaneh yang saya kira. Melihat orang yang dicintai nun jauh di mata lewat video call, tampak sehat dan bugar serta terutama sekali masih menjalankan protokol keamanan selama masa pandemi yang dihimbau pemerintah, saya merasa itu saja sudah cukup. Nikmat mana lagi yang mau didustakan.
Dan ternyata banyak hal berkesan di lebaran tahun ini.
Untuk pertama kalinya, saya mendengar khotbah yang disampaikan suami saya sendiri. Setelah memimpin salat idul fitri yang hanya dihadiri oleh saya dan dia, ia meminta izin untuk berdiri dan berkhotbah. Saya kaget, awalnya saya pikir kami akan memilih mendengarkan khotbah virtual.Â
Tapi dengan mantap ia berdiri menghadap saya dan mulai membacakan salah satu teks khotbah yang dibagikan oleh ulama yang kami ikuti pengajian nya. Saya yakin, ini adalah untuk pertama kalinya juga bagi ia berkhotbah untuk seorang makmum saja.Â
Rasanya awkward di awal, tapi setelah untaian demi untaian kalimat penuh nasihat itu disampaikan, sesenggukan juga saya akhirnya. Meneteskan air mata, antara haru karena mendapatkan pengalaman langka, juga karena pesan-pesan lebaran dalam khotbah itu terasa lebih syahdu di tengah keterasingan jauh dari sanak famili
Lalu tentang bagaimana riasan wajah yang harus selalu on karena bersiap-siap melakukan video call, Â dan menunggu video call lain yang secara bergiliran masuk.
Alhasil, setelah makan dan minum menu lebaran seadanya, saya harus bolak-balik mengulas lipstick, agar tidak dikira 'pucat'atau sedang 'sakit'. Pokoknya saya mau mereka melihat saya cerah, ceria, tak kekurangan satu apapun. Tidak ingin membuat mereka khawatir. Lalu memasang senyum terbaik yang saya punya.