Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Gaya hidup dan humaniora dalam satu ruang: bahas buku, literasi, neurosains, pelatihan kognitif, parenting, plus serunya worklife sebagai pekerja media di TVRI Maluku!

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Lebaran Tahun Ini, Ada Khutbah Suami dan Riasan Wajah yang On Point

24 Mei 2020   23:15 Diperbarui: 24 Mei 2020   23:22 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber ilustrasi : islam.nu.or.id)

"Pakai baju couple aja ya, biar kerasa kalau ini lagi lebaran". Kata saya ke suami. Dia menurut saja dengan senyum dimanis-maniskan biar istrinya ini tidak kecewa. Ia tahu bahwa saya sudah dua hari belakangan ini agak uring-uringan. Selain karena sudah telat beberapa hari, semoga saja karena isi (mohon diaminkan oleh jamaah kompasianer hehe) juga karena atmosfer lebaran membuat saya semakin merindu kampung halaman.

Teringat tulisan saya di awal Ramadan ini, kami ingin sekali berangkulan di lebaran. Ya kami memang berangkulan. Tapi rangkulan nya virtual. Lewat ratusan gambar gif yang dikirim ke ponsel hampir setiap menitnya.

Baca juga : Kami Sangat Ingin Berangkulan Nanti Saat Lebaran

Tapi setelah dijalani, ya lebaran ini tak seaneh yang saya kira. Melihat orang yang dicintai nun jauh di mata lewat video call, tampak sehat dan bugar serta terutama sekali masih menjalankan protokol keamanan selama masa pandemi yang dihimbau pemerintah, saya merasa itu saja sudah cukup. Nikmat mana lagi yang mau didustakan.

Dan ternyata banyak hal berkesan di lebaran tahun ini.

Untuk pertama kalinya, saya mendengar khotbah yang disampaikan suami saya sendiri. Setelah memimpin salat idul fitri yang hanya dihadiri oleh saya dan dia, ia meminta izin untuk berdiri dan berkhotbah. Saya kaget, awalnya saya pikir kami akan memilih mendengarkan khotbah virtual. 

Tapi dengan mantap ia berdiri menghadap saya dan mulai membacakan salah satu teks khotbah yang dibagikan oleh ulama yang kami ikuti pengajian nya. Saya yakin, ini adalah untuk pertama kalinya juga bagi ia berkhotbah untuk seorang makmum saja. 

Rasanya awkward di awal, tapi setelah untaian demi untaian kalimat penuh nasihat itu disampaikan, sesenggukan juga saya akhirnya. Meneteskan air mata, antara haru karena mendapatkan pengalaman langka, juga karena pesan-pesan lebaran dalam khotbah itu terasa lebih syahdu di tengah keterasingan jauh dari sanak famili

Lalu tentang bagaimana riasan wajah yang harus selalu on karena bersiap-siap melakukan video call,  dan menunggu video call lain yang secara bergiliran masuk.

Alhasil, setelah makan dan minum menu lebaran seadanya, saya harus bolak-balik mengulas lipstick, agar tidak dikira 'pucat'atau sedang 'sakit'. Pokoknya saya mau mereka melihat saya cerah, ceria, tak kekurangan satu apapun. Tidak ingin membuat mereka khawatir. Lalu memasang senyum terbaik yang saya punya.

Berkali-kali saya juga ditanya oleh yang menelpon, "Mau kemana sih, koq rapi amat, pake baju couple segala" mereka berkelakar renyah sambil tertawa. Saya dan suami ikut tertawa.  

Dan hal berkesan berikutnya adalah, bagaimana semua orang tampak sangat berupaya untuk saling menyemangati satu sama lainnya. Adik bungsu saya mengelilingi seluruh rumah untuk memperlihatkan look dari setiap pojok di rumah. Mulai dari apa yang terhidang di dapur, kamar-kamar yang baru saja ia bersihkan, bagaimana ia menata ulang baju-baju saya di lemari dan hal-hal sepele seperti menunjukkan seprai baru yang baru ia pasang di kasur nya.

Ah, ternyata lebaran ini tidak seaneh yang saya kira. Kecuali bahwa tidak bertatap muka,  tapi momen ini, masih sangat syahdu seperti biasanya.

Bila Idul Fitri adalah kemenangan, maka kemenangan tahun ini terletak pada kemantapan kita untuk menyambut dan merangkul kebaruan yang ada tanpa perlu menggerutu dan mempertentangkan dengan tradisi atau kebiasaan lama. Semuanya ada pada pilihan persepsi. Dan saya memilih untuk mempersepsikannya sebagai suatu pengalaman yang tak ternilai harganya.

Selamat Idul Fitri 1441H, Maaf lahir batin.

---

1 Syawal 1441H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun