Sehingga waktu belajar siswa selama bertahun-tahun hanya ditentukan oleh 3-4 hari saja, seolah-olah waktu belajar para siswa bertahun-tahun seperti tidak ada nilainya karena hanya ditentukan 3-4 hari dengan adanya ujian nasional. Hal inilah yang menarik perhatian menteri pendidikan untuk merombak sistem ujian nasional ini menjadi Asesmen Pembalajaran.Â
Adapun sistem Asesmen Pembelajaran ini layaknya ujian nasional akan tetapi dengan tingkatan yang tidak terlalu sulit dan dilakukan pada siswa kelas 5 SD, 8 SMP dan 11 SMA atau satu tahun sebelum kelulusan dari siswa.Â
Hal ini bertujuan agar guru dapat menilai sampai mana pemahaman siswa-siswa mereka. Dari hasil penilaian tersebut maka guru dapat mengevaluasi lebih lanjut bagaimana proses pembelajaran ke depannya agar siswa-siswa mereka semakin berkembang dengan kemampuan yang mereka miliki.Â
Jika dilihat melalui prinsip dan tujuan dari Asesmen Nasional ini cukup menarik perhatian masyarakat yang sadar akan penilaian dari siswa tidak hanya ditentukan oleh nilai UN yang mereka dapatkan.Â
Bagi mereka yang tidak sepakat dengan pendapat ini menilai bahwa Asesmen Nasional ini tidak dapat mengukur kualitas sekolah atau siswa di Indonesia, menurut mereka UN merupakan hal yang sudah bagus karena dapat memotivasi siswa dan sekolah untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik di tingkat nasional,Â
jika hasil ujian mereka kurang bagus mereka akan termotivasi untuk mengembangkan pembelajaran di sekolahnya sehingga sekolah tersebut dapat membuktikan bahwa mereka bisa menjadi lebih baik.Â
Mereka tidak setuju dengan Asesmen Nasional karena penilaianya hanya berdasarkan kemampuan siswa, sehingga kurang memotivasi sekolah atau siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka karena mereka menganggap tidak ada saingan sehingga tidak perlu ada yang dicemaskan jika nilai yang mereka dapat hanya seadanya saja.Â
Bagi para siswa yang tidak sungguh-sungguh dalam belajar mereka akan merasa lebih santai ketika  belajar, terkadang hal itu mempengaruhi siswa-siswa lain yang sungguh-sungguh dalam belajarnya menjadi malas dan tidak terlalu serius.
Dalam kurikulum merdeka belajar ini ada penghapusan KKM sehingga ketika siswa mendapat nilai yang kurang baik akan cukup merepotkan guru karena mereka harus mengevaluasi lagi proses pembelajaranya dan mengadakan asesmen kembali yang lebih ringan yang mana harus betul-betul disesuaikan dengan kemampuan para siswanya.
Pada kurikulum merdeka belajar ini para guru di sekolah penggerak mendapatkan pendampingan dan pelatihan langsung dari kementrian pendidikan yang berada di setiap daerah. Mereka mengadakan pendampingan kepada para guru, pengawas sekolah serta kepala sekolah setiap bulannya.Â
Harapan dari kementerian pendidikan sendiri nantinya para guru, pengawas sekolah dan kepala sekolah dapat menjadi mandiri dan memahami dari esensi sekolah penggerak tersebut selain itu mereka akan menjadi para kader penggerak yang nantinya akan mencontohkan hal yang sama kepada sekolah-sekolah lainnya,Â