Ketrampilan Dasar
Baca, tulis, hitung (calistung) merupakan tiga (3) kemampuan-ketrampilan dasar yang  diajarkan kepada peserta didik di Sekolah Dasar sejak pekan awal pembelajaran di Kelas 1. Betapa pentingnya ketiga ketrampilan dasar ini sehingga harus dimiliki sejak dini oleh makluk manusia muda yang sedang mengenyam pendidikan dasar. Mengapa? Karena membaca, menulis dan menghitung dapat menggali potensi dasar manusia yang masih terselubung sekaligus mengantar orang kepada perwujudan diri secara lebih sungguh.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) mengartikan kata "baca" sebagai melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis itu (KUBI, p. 70). Sekedar untuk perbandingan, saya coba melihat arti kata "read" dalam Bahasa Inggris. Arti pertama dari kata read yaitu to look at and understand the meaning of written or printed words or symbols(Hornby: 2000, p. 1096). Membaca adalah melihat dan mengerti kata-kata yang tertulis atau tercetak atau simbol. Â Â
 Jika dilihat dalam google, Wikipedia merumuskan kata "membaca" dengan kegiatan meresepsi, menganalisis dan menginterpretasi yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam media tulisan.
Rumusan Wikipedia demikian mengandung pengertian bahwa aktifitas membaca merupakan usaha keras menggumuli sesuatu yang disampaikan orang lain secara tertulis. Ada upaya untuk menerima gagasan lain ditulis orang, mengakaji dan mengerti apa yang diuraikannya.
Jadi membaca dapat dilaksanakan dengan cara mengeluarkan suara jika hendak diperdengarkan kepada orang lain. Namun jika hanya untuk dikonsumsi secara pribadi biasanya orang membaca tanpa mengeluarkan kata-kata atau diam saja yang sering pula disebut membaca dalam batin.
Dominasi Budaya Lisan
Dari ketiga kemampuan dasar yang mestinya dimiliki umat manusia yang pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah, kebiasaan membaca cenderung menurun ketika dunia maju menghadirkan perkembangan teknologi khususnya media radio. Jenis elektronik yang utamanya memperdengarkan pesan-pesan ini mengantar orang pada kebiasaan baru mendengarkan, bukan membaca.
Tanpa mengabaikan pentingnya membaca buku, majalah, koran atau jenis media cetak lainnya, konon, kebiasaan mendengar terkesan lebih dominan ketika kepemilikan radio semakin meluas sampai di kampung-kampung di pelosok tanah air. Meluasnya jaringan telekomunikasi audio ini menyapa kalangan luas tanpa harus membeli atau meminjam sumber bacaan berulang-ulang. Dengan sekali membeli sebuah alat radio berbagai ragam informasi dapat dikonsumsi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Kelebihan media elektronik radio semakin menyudutkan sumber informasi cetakan.
Kondisi ini diperparah lagi dengan penemuan-penemuan baru yang tidak hanya memperdengarkan suara, tetapi lebih dari itu menampilkan "gerakan" orang. Sebelumnya, gambar atau foto ditonton dengan tayangan slidedi layar tancap, dan suara entah berupa pesan-pesan atau lagu-lagu merdu didengarkan; kini suara didengar, gerakan fisik ditonton lewat media baru jenis audio-visual. Â
Terkesan, buku, majalah, surat kabar perlahan-lahan dijauhi, walau tidak ditinggalkan sama sekali. Kecenderungan masyarakat umum lebih terfokus kepada jenis media audio visual. Orang menjadi pendengar berita radio, menjadi pemirsa televisi yang setia, bahkan kini mengikuti aneka perkembangan dunia lewat internet menggunakan media mobile phone.Â