Mohon tunggu...
Aryanto Universitas Timor
Aryanto Universitas Timor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Suara mahasiswa

Tidak ada hari esok untuk mereka yang pesimis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bagaimana Seharusnya Manusia Itu Berpikir?

5 Oktober 2024   11:21 Diperbarui: 5 Oktober 2024   11:21 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini semua tentang keseimbangan antara pekerjaan dan kebahagiaan pribadi. Ketika seseorang akhirnya memahami bahwa tidak segala sesuatu harus dikorbankan demi memenuhi harapan orang lain, maka dapat ditemukan cara untuk bekerja dengan lebih bahagia dan puas dan tidak menjadi budak untuk uang. 

Menghargai Waktu dan Memahami Keterbatasan

"Waktu tidak terbatas, tetapi manusia adalah yang terbatas. Kita berpacu dengan waktu bukan karena ia (waktu) akan berakhir, melainkan karena kita yang akan berhenti."

Seringnya, kita merasa tertekan oleh waktu, terburu-buru untuk mencapai sesuatu sebelum waktu habis. Namun, penting untuk menyadari bahwa waktu tidak terbatas; memang sebenarnya keterbatasan ada pada diri manusia itu sendiri. Kita berpacu dengan waktu bukan karena waktu akan berakhir, melainkan karena kita yang akan berhenti.

Ini membantu kita untuk menghargai setiap momen yang kita jalani tanpa merasa tertekan karena terburu-buru. Dengan pandangan seperti itu, kita bisa lebih tenang dan menikmati perjalanan hidup daripada selalu merasa dikejar waktu. 

Kembali kepada Kehampaan: Merangkul Siklus Kehidupan yang hampa 

"Hidup berakar pada sumber yang sama yang memberi dan mengambil; air yang menghidupi ikan, angin yang memanjakan daun, dan tanah yang menopang manusia, semuanya pada akhirnya membawa kita kembali kepada kehampaan."

Dalam hal ini bahwa segala sesuatu di dunia, apakah manusia, hewan, atau tanaman, akan berasal dan akan kembali ke vakum eksistensi yang sama. Kesadaran akan siklus semacam itu membantu manusia untuk menerima realitas hidup, termasuk kerugian dan perubahan yang tidak dapat dihindari. Pemahaman ini - bahwa semuanya akan berakhir - memungkinkan kita untuk hidup lebih ringan, tidak berpegang terlalu kuat untuk hal-hal duniawi. 

Apa yang Membuat Kita Bahagia?

Pada akhirnya, kebahagiaan sejati menurut saya berasal dari kebebasan. Kebebasan dari tekanan sosial, kebebasan dari ekspektasi orang lain, dan kebebasan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini. Kebahagiaan adalah ketika kita bisa menjalani hidup tanpa menghamba kepada siapapun kecuali Tuhan. Ketika kita bisa jujur terhadap diri sendiri dan hidup dengan tujuan yang kita tentukan sendiri, maka hidup tidak lagi menjadi beban.

Sebagai penutup saya berpendapat, secara intim, bahwa hidup tanpa tekanan mungkin terjadi jika kita bisa berpikir dengan cara yang mandiri dan spiritual. Dengan menerima kesendirian sebagai ruang untuk bertumbuh, menciptakan jalan sendiri, dan melepaskan kebutuhan akan validasi eksternal, kita dapat hidup lebih tenang dan bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun