Mohon tunggu...
Aryanto Universitas Timor
Aryanto Universitas Timor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Suara mahasiswa

Tidak ada hari esok untuk mereka yang pesimis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bagaimana Seharusnya Manusia Itu Berpikir?

5 Oktober 2024   11:21 Diperbarui: 5 Oktober 2024   11:21 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Manusia adalah makhluk problematic. Kehidupan dipenuhi dengan aneka tantangan, tekanan sosial, tuntutan pekerjaan, dan ekspektasi orang lain yang seringkali menjadi sumber penderitaan dan kecemasan. Namun, apakah manusia harus selamanya terjebak dalam lingkaran tekanan ini? Apakah ada cara lain untuk memandang hidup sehingga masalah tidak lagi menjadi beban yang menghambat kebahagiaan? Dalam tulisan ini, saya akan menjelaskan perspektif pribadi yang saya kembangkan saat berada dalam masalah, sebuah pandangan yang menurut saya dapat membantu manusia keluar dari tekanan hidup dengan cara lebih damai dan jujur pada diri sendiri. 

Sekali lagi ini adalah pandangan bersifat subyektif namun tidak ada salahnya para pembaca yang budiman mempertimbangkan apa yang saya sajikan dan kemudian menghasilkan semacam pandangan baru bahwa masalah itu sebenarnya bukanlah sebuah hal yang dipandang sebagai sebuah "beban."

Sendiri: Sebuah Ruang untuk Bertumbuh

"Saya berkembang dalam kesendirian, di mana saya bisa bebas dan jujur pada diri sendiri tanpa tekanan untuk menyesuaikan diri."

Di tengah hiruk pikuk dunia ini, kesendirian sering kali dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari. Saya memandang kesepian sebagai ruang yang paling leluasa untuk berkembang. Dalam kesendirian, saya bisa jujur pada diri sendiri tanpa harus memikirkan bagaimana pandangan atau penilaian orang lain tentang diri saya. Karena dengan kesendirian saya punya keleluasaan untuk merenung, mencari makna, dan mencari siapa saya sesungguhnya. Lantaran dalam suasana kesendirian tidak perlu menyesuaikan dengan tuntutan sosial yang sering kali menekan. Ini adalah tempat dimana saya bisa menjadi diri sendiri tanpa filter, tempat dimana saya bisa mendengar suara batin sendiri dengan lebih jelas. Hal ini mengajak kita untuk memandang kesepian sebagai sesuatu yang positif, bukan sebagai kutukan melainkan sebagai kesempatan untuk mengenal diri kita sendiri lebih baik. Faktanya, ini menjadi bagian integral dari pertumbuhan mental dan emosional. 

Menciptakan jalan sendiri dan mengikuti aturan sendiri 

 "saya tidak perlu menyesuaikan diri; saya menciptakan jalan sendiri dan mengikuti aturan sendiri."

Sering kali kita terjebak dalam pola hidup yang dibesarkan oleh norma sosial, harapan keluarga, atau standar kesusksesan yang dibentuk oleh masyarakat. Dalam kondisi ini, banyak orang merasa terbebani untuk terus menyesuaikan diri agar diterima atau diakui. Namun, saya percaya bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menciptakannya sendiri. Setiap individu mempunyai hak dan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya, memilih nilai-nilai yang dipegang, dan merencanakan masa depannya.

Tidak perlu merasa tertekan untuk mengikuti pola yang sudah ada. Sebaliknya, dengan menciptakan aturan dan standar hidup sendiri, maka kita akan bisa hidup secara autentik dan sesuai dengan keinginan hati kita. Menciptakan jalan sendiri berarti menjalani hidup tanpa bergantung pada validasi orang lain, melainkan dengan keberanian untuk menentukan arah hidup kita sendiri.

Berbeda dari pandangan orang lain 

"saya tidak didefinisikan oleh bagaimana orang lain melihat diri saya, melainkan oleh bagaimana saya memilih menjalani hidup."

Salah satu sumber utama tekanan hidup adalah kecenderungan kita untuk mengukur diri dari kaca mata orang lain. Bagaimana orang melihat kita sering kali menjadi cermin yang kita gunakan untuk menilai nilai diri kita sendiri. Namun, ini adalah sumber stres yang konstan, karena kita tidak akan pernah bisa mengontrol persepsi orang lain dengan sepenuh hati.

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa kita tidak didefinisikan oleh pandangan eksternal. Nilai diri kita ditentukan oleh bagaimana kita memilih menjalani hidup.

Pandangan ini menyatakan bahwa seseorang harus lebih mementingkan apa yang dianggap penting daripada apa yang dilakukan orang lain, atau bahkan apa yang mungkin dipikirkan orang lain. Melepaskan kebutuhan seseorang untuk disukai atau dihargai oleh orang lain akan memungkinkan seseorang untuk hidup lebih bebas dan tenteram tanpa terbebani oleh harapan orang lain.


Kemauan sebagai Sumber Kekuatan

"Tidak ada kecepatan dalam belajar yang bisa mengalahkan tekad untuk terus maju."

Proses belajar dan berkembang, dijalani oleh setiap orang dengan kecepatannya masing-masing. Meski begitu, ini tidak penting, seberapa cepat kita mencapai sesuatu atau tidak; justru yang terpenting adalah seberapa besar niat kita untuk terus maju. Banyak orang yang merasa stres karena merasa ketinggalan dari yang lain, tetapi dengan fokus pada niat, proses belajar dapat dilihat sebagai perjalanan yang harus dinikmati, bukan balapan yang harus dimenangkan.

Tekad kuat akan membantu kita bertahan menghadapi kesulitan, dan hal ini secara logika membuat kita lebih tangguh secara mental. Dengan memiliki tekad, kita tidak lagi terjebak dalam perbandingan dengan orang lain melainkan lebih fokus pada kemajuan dan usaha kita sendiri.

Mencari Keseimbangan antara Pekerjaan dan Kebahagiaan

"Pekerjaan tidak harus menjadi sumber penderitaan, dan ada banyak cara untuk menyenangkan orang tua tanpa mengorbankan kebahagiaan pribadi."

Bagi banyak orang, selain pekerjaan menjadi sumber tekanan dan penderitaan. Tuntutan untuk memenuhi harapan atasan atau keluarga sering kali membuat kita merasa terjebak dalam siklus yang melelahkan. Namun, pekerjaan tidak harus selalu menjadi beban. Ada banyak cara untuk memenuhi tanggung jawab tanpa mengorbankan kebahagiaan pribadi. Kita bisa mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion, atau setidaknya menemukan makna dalam pekerjaan yang kita lakukan.

Ini semua tentang keseimbangan antara pekerjaan dan kebahagiaan pribadi. Ketika seseorang akhirnya memahami bahwa tidak segala sesuatu harus dikorbankan demi memenuhi harapan orang lain, maka dapat ditemukan cara untuk bekerja dengan lebih bahagia dan puas dan tidak menjadi budak untuk uang. 

Menghargai Waktu dan Memahami Keterbatasan

"Waktu tidak terbatas, tetapi manusia adalah yang terbatas. Kita berpacu dengan waktu bukan karena ia (waktu) akan berakhir, melainkan karena kita yang akan berhenti."

Seringnya, kita merasa tertekan oleh waktu, terburu-buru untuk mencapai sesuatu sebelum waktu habis. Namun, penting untuk menyadari bahwa waktu tidak terbatas; memang sebenarnya keterbatasan ada pada diri manusia itu sendiri. Kita berpacu dengan waktu bukan karena waktu akan berakhir, melainkan karena kita yang akan berhenti.

Ini membantu kita untuk menghargai setiap momen yang kita jalani tanpa merasa tertekan karena terburu-buru. Dengan pandangan seperti itu, kita bisa lebih tenang dan menikmati perjalanan hidup daripada selalu merasa dikejar waktu. 

Kembali kepada Kehampaan: Merangkul Siklus Kehidupan yang hampa 

"Hidup berakar pada sumber yang sama yang memberi dan mengambil; air yang menghidupi ikan, angin yang memanjakan daun, dan tanah yang menopang manusia, semuanya pada akhirnya membawa kita kembali kepada kehampaan."

Dalam hal ini bahwa segala sesuatu di dunia, apakah manusia, hewan, atau tanaman, akan berasal dan akan kembali ke vakum eksistensi yang sama. Kesadaran akan siklus semacam itu membantu manusia untuk menerima realitas hidup, termasuk kerugian dan perubahan yang tidak dapat dihindari. Pemahaman ini - bahwa semuanya akan berakhir - memungkinkan kita untuk hidup lebih ringan, tidak berpegang terlalu kuat untuk hal-hal duniawi. 

Apa yang Membuat Kita Bahagia?

Pada akhirnya, kebahagiaan sejati menurut saya berasal dari kebebasan. Kebebasan dari tekanan sosial, kebebasan dari ekspektasi orang lain, dan kebebasan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini. Kebahagiaan adalah ketika kita bisa menjalani hidup tanpa menghamba kepada siapapun kecuali Tuhan. Ketika kita bisa jujur terhadap diri sendiri dan hidup dengan tujuan yang kita tentukan sendiri, maka hidup tidak lagi menjadi beban.

Sebagai penutup saya berpendapat, secara intim, bahwa hidup tanpa tekanan mungkin terjadi jika kita bisa berpikir dengan cara yang mandiri dan spiritual. Dengan menerima kesendirian sebagai ruang untuk bertumbuh, menciptakan jalan sendiri, dan melepaskan kebutuhan akan validasi eksternal, kita dapat hidup lebih tenang dan bahagia.

" The understanding of time, of work, and of life cycles allows him to live lightly because he knows that everything passes. Life then is not a burden but is a meaningful journey." 

Pemahaman tentang waktu, pekerjaan, dan siklus kehidupan memungkinkan saya untuk hidup dengan ringan karena saya tahu bahwa segala sesuatu akan berlalu. Hidup bukanlah beban, melainkan perjalanan yang bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun