Mohon tunggu...
Eskage
Eskage Mohon Tunggu... - -

Suka membaca, meski tak kunjung bisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gugatan Kecil Anak Kancil (Umbul-umbul)

18 November 2012   15:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:06 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang tak terik karena langit ditempel mendung, anak kancil dengan motor biru menyaksikan sepanjang jalan yang ia lalui dipenuhi umbul-umbul warna-warni menarik hati. Dalam hati ia bertanya: "Peringatan hari apa ya?" Anak Kancil tak menemukan jawaban; karena tanggal 1 Muharram atau 1 Suro sudah lewat beberapa hari yang lalu.

Di perempatan, beberapa orang sibuk memasang umbul-umbul. Anak Kancil memerhatikan satu persatu. E, ternyata ada Kang Gorengan. Anak Kancil pun menepi,

"Tak jualan, Bro Gor?" Tanya Anak Kancil. Kang Gorengan menoleh, Anak Kancil mendekati Kang Gorengan.

"Libur, Bro Gor?" tanya Anak Kancil lagi,

"Kalau bertanya itu yang bermutu." Kata Kang Gorengan sambil menancapkan umbul-umbul warna kuning.

"Saya tidak bertanya, tapi menyapa," Anak Kancil membela diri.

"Anak sekolahan kok tak tahu perbedaan menyapa dengan bertanya." Kang Gorengan keukeuh, Anak Kancil garuk-garuk kepala.

"Iya, saya salah." Anak Kancil pasrah.

Satu umbul-umbul sudah tegak berdiri, Kang Gorengan menyerahkan linggis ke seseorang yang kemudian meneruskan memasang umbul-umbul.

"Mengaku salah itu baik. Banyak yang sudah jelas bersalah, tetapi tetap merasa tak bersalah. Ada juga yang tidak bersalah malah dipaksa untuk mengaku bersalah." jelas Kang Gorengan.

"Wuih, Kang Gorengan sekarang ciamik." Anak Kancil girang.

"Tumben kamu mampir,"

" Saya mampir karena ingin tahu."

"Saya sedang tak jualan, ya tak punya tahu. Istri saya tadi pagi juga tak ke pasar."

"Hemh, tak nyambung. OOT." Batin Anak Kancil, "Pasang umbul-umbul banyak sekali memangnya ada acara apa, Bro Gor?" Kalimat yang keluar dari mulut Anak Kancil.

"Besok ada pejabat mau lewat." jawab Kang Gorengan mantap.

"O, lewat sini?"

"Saya tidak tahu. Yang pasti, besok saya tak jualan."

"Paling-paling mau ikut nonton. Orang lewat saja ditonton." Cibir Anak Kancil.

"Menyambut. Bukan menonton." Kang Gorengan meluruskan.

"Sama saja. "

"Beda. Yang mau lewat besok itu pejabat, pasti iring-iringannya panjang seperti karnaval tujuh belasan. Mobilnya juga pasti bagus-bagus. Rame, Cil."

"Kalau ramai, jualan saja. Pasti banyak yang beli."

"Takut. Soalnya saya pernah jualan ketika ada pejabat lewat, eh malah diusir Cil."

"Dulu beda dengan sekarang, Bro Gor..."

"Sama saja. Yang membedakan hanya janji waktu kampanye. Selebihnya? Ya sama saja."

"Harus optimis, Bro Gor...Bukannya kemarin Kartu Miskinnya sudah ASESE?"

Kang Gorengan termenung sejenak, teringat percakapannya dengan Anak Kancil tempo hari.

"Setelah saya pikir-pikir, kamu ada benarnya, Cil. Semua orang juga tahu kalau saya ini miskin, tapi kenapa ya harus diperjelas dengan membuat SKTM? Jangan-jangan nanti rumah saya dipasang papan dengan tulisan : KELUARGA MISKIN ya Cil?"

"Bisa iya, bisa tidak."

Pembicaraan terhenti karena terdengar suara nguing-nguing. Kang Gorengan dan Anak Kancil menoleh. Motor polisi dengan diiring beberapa motor besar. Suaranya bergemuruh. Umbul-umbul bergetar. Orang-orang memerhatikan. Iring-iringan itu lurus melewati perempatan tanpa berhenti. Pak Tua dengan sepeda tua susah menghentikan sepedanya. Kang Gorengan berdecak kagum,

"Weleh, ramai ya Cil? Sangar." Kang Gorengan kagum-gum.

"Iya." Anak Kancil berkata pendek.

"Besok lebih ramai, Cil."

"Barangkali."

"Makanya saya semangat memasang umbul-umbul, Cil. Paling tidak saya turut berperan aktif."

"Berperan aktif menyenangkan pejabat?" Tanya Anak Kancil

"Betul. Seratus."

"Bro Gor, Justru pejabat yang seharusnya menyenangkan rakyat. Justru pejabat yang seharusnya melayani rakyat. Justru pejabat yang seharunsya menyambut rakyat." Anak Kancil berapi-api.

"Menyambut dan menjamu tamu itu wajib, Cil." Kata Kang Gorengan pelan sambil berlalu meninggalkan Anak Kancil.

Anak Kancil menoleh ke motornya. Motor biru kesayangannya rubuh. Helmnya jatuh.

"Hadeeuuuuuuuh." Anak Kancil melenguh.

Cilacap, saat hujan berhenti sebentar lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun