Ketika orang-orang Spanyol dan Portugis datang ke benua Amerika pada abad ke-16, perayaan 1 dan 2 November diadopsi masyarakat yang telah memeluk agama katolik.
Seperti yang dijelaskan arkeolog Miguel Angel Serrato Cruz, masyarakat prahispanik memang memiliki kultus terhadap kematian.Â
Mereka membuat perayaan dengan persembahan dan nyanyian-nyanyian. Bunga sangat penting dalam upacara ritual mereka, yang salah satunya dijadikan sebagai hiasan pada tempat-tempat suci dan altar persembahan.
Arkeolog Lilian Scheffler menjelaskan bahwa ketika orang-orang Spanyol menguasai Meksiko, kultus terhadap kematian dihancurkan.Â
Namun, kultus terhadap orang-orang yang telah meninggal (termasuk juga pada nenek moyang) bertahan dan berpadu dengan kebiasaan orang-orang Spanyol. Hal ini memunculkan perayaan-perayaan "baru", hasil dari sebuah proses sinkretisasi-modifikasi.
Satu hal yang khas Meksiko kontemporer dalam perayaan Dia de Muertos adalah tengkorak dan rangka manusia yang bernama Catrina.Â
Catrina berasal dari satu figur yang diciptakan Jose Guadalupe Posada (1852-1913), yang bernama Calavera Garbancera, yang digunakannya untuk mengkritik keadaan negara pada saat itu dan kelompok yang menerima perlakuan istimewa, terutama orang-orang berdarah pribumi yang bergaya (ingin menjadi) orang Eropa dan tidak mau mengakui budaya asli mereka.
Catrina baru popular setelah dihidupkan oleh Diego Rivera, sang maestro muralis, lewat karyanya yang berjudul "Suenho de una tarde dominical en la Alameda Central" (Mimpi pada satu Minggu sore di Alameda).Â
Berkat Diego Rivera, Catrina menjadi bagian penting dalam kesenian rakyat Meksiko.