Kudeta yang dijuluki Kudeta Senyap itu memperkuat posisi Jenderal Besar Phibunsongkhram sebagai penguasa pemerintahan Thailand. Phibunsongkhram adalah salah satu dari "Four Musketteers" 1932.
Phibunsongkhram terus berkuasa ketika pemilihan parlementer tahun 1957 menimbulkan protes massa di Bangkok. Raja Bhumibol tidak senang. Jenderal Besar Sarit Thanarat akhirnya melancarkan kudeta, membuka jalan kepada Pote Sarasin, mantan Menteri Luar Negeri sebagai PM Thailand ke-9.
Pote yang berlatar non-militer dari kalangan independen hanya bertahan 102 hari. Pada 1958, Sarit yang masih menjadi pemimpin militer tertinggi Thailand mengudeta Pote. Sarit berkuasa lima tahun dan setelah meninggal digantikan oleh Jenderal Thanom Kittikachorn memimpin Thailand sekaligus menandai era baru pemerintahan otoriter.
Thanom sebelumnya adalah Wakil Perdana Menteri yang merangkap menjadi Menteri Pertahanan di era Pote. Thanom meneruskan dasar-dasar kebijakan yang sudah dibuat Sarit: nasionalisme, anti-komunisme, dan membuka diri terhadap pergaulan global.
Kendati sering terjadi kudeta, namun hebatnya Thailand tidak pernah mengalami masa-masa penajahan seperti negara-negara di Asia. Thailand tumbuh dan berkembang dengan akar budayanya. Lihat saja kuil Wat Prha Kaew, kuil Wat Pho, Kuil Wat Arun sebagi simbol kebudayaan Thailand dan banyak lagi masih terawat baik sampai hari ini (said mustafa husin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H