Secara historis, filsafat mencakup inti dari segala pengetahuan. Kendati begitu, dari zaman filsuf Yunani Kuno seperti Aristoteles hingga abad ke-19, filsafat tak terpisahkan dari pertanyaan - pertanyaan. Sebab hakikat filsafat lebih kepada pertanyaan dari pada jawaban
Pertanyaan klasik dalam filsafat misalnya "Apakah memungkinkan untuk mengetahui segala sesuatu dan membuktikannya". "Apa yang paling nyata?" Para filsuf juga mengajukan pertanyaan yang lebih praktis dan konkret
Misalnya "Apakah ada cara terbaik untuk hidup?" "Apakah lebih baik menjadi adil atau tidak adil" "Apakah manusia memiliki kehendak bebas" Bahkan pada era modern investigasi pertanyaan filsafat menjadi disiplin akademik seperti psikologi, sosiologi, linguitik dan ekonomi
Kendati begitu, filsafat tidak akan pernah digdaya tanpa dibersamai penalaran yang kuat. Logika menjadi alat dan hal fundamental yang tak terelakkan ketika berfilsafat. Filsafat yang baik adalah filsafat yang dibersamai logika atau argumen logis.
Logika mempelajari prinsip-prinsip penalaran yang valid dan struktur argumen yang benar. Logika berfokus pada cara berpikir rasional dan penggunaan alat-alat berpikir yang tepat dalam merumuskan dan mengevaluasi argumen.
Karena itu, logical fallacy harus dihindarkan dalam berfilsafat. Sebab logical fallacy adalah kesalahan dalam penalaran yang dapat menyebabkan argumen menjadi tidak valid atau tidak meyakinkan. Logical fallacy akan menimbulkan inkonsistensi, trivialitas, dan paradoks.
Dalam ilmu logika ada sejumlah argumentasi yang masuk dalam logical fallacy seperti argumentum ad hominem yaitu argumentasi yang menyerang wilayah privacy lawan debat dan menginggalkan pokok bahasan
Ada juga argumentum ad populum yaitu argumentasi yang berpijak pada pemikiran bahwa jika semua orang melakukannya berarti itu benar. Ada lagi argumentum ad ignorantum yaitu argument yang  mengeneralisir sesuatu secara tidak tepat, dan banyak lagi  Â
Filsafat bukan semata-mata mengejawantahkan sejumlah fakta. Mempelajari filsafat artinya belajar untuk menjadi kritis melalui argumentasi logis agar terhindar dari inkonsistensi, trivialitas dan paradoks  Â
Pemikiran filsafat adalah pemikiran yang skeptis, pemikiran yang meragukan segala hal. Dan ini pula yang menjadi dasar pijakan filsuf Perancis, Rene Descartes. Ia meragukan segala hal termasuk meragukan dirinya sendiri
Dari sikap  skeptis ini Descartes sampai pada kesimpulan " Cogito Ergosum" artinya "Aku Bepikir maka Aku Ada". Dari kalimat ini Descartes membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti adalah keberadaan seseorang sendiri.