Zona lain-lain ini terdiri dari zona tradisional, zona rehabilitasi, zona budaya, zona khusus dan lainnya. " Suku terasing berada pada zona tradisional,” ujar Fifin
Masalah yang masih tersisa dari suku terasing di TNBT adalah prilaku nomaden atau prilaku berpindah-pindah Suku Anak Dalam. Itu pula alasannya, Balai TNBT memprioritaskan program pembinaan suku terasing agar Suku Anak Dalam meninggalkan prilaku berpindah-pindah
Sedangkan Suku Talang Mamak kini telah menetap. Komunitas Talang Mamak kini telah diajarkan memproduksi madu Kelulud yang harganya relatif tinggi dan rasanya berbeda dengan madu lebah.
“ Usaha madu Kelulud ini telah berproduksi namun belum sepenuhnya mampu bersaing di pasar karena terkendala faktor kebersihan produk,” ujar Fifin
Fifin sangat berharap kepada Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Provinsi Jambi untuk ikut mendukung program pembinaan komunitas suku terasing di kawasan TNBT sehingga program pelestarian alam di TNBT bisa terwujudkan
Taman Nasional Teso Nilo
Kendati dalam kawasan Taman Nasional Teso Nilo tidak ditemukan suku terasing, namun dalam kawasan ini juga ditemukan kawasan pemukiman, lahan perkebunan milik warga dan korporasi
Bayangkan, berdasarkan Surat Ketetapan Menteri Kehutanan yang dituangkan melalui SK Menhut Nomor 6588/Menhut VII/KUH/2014 kawasan TNTN memiliki luas 81.793 hektar. Kenyataannya kini, sekitar 67.000 hektar lebih kawasan TNTN menjadi kawasan pemukiman dan lahan perkebunan
Tentu saja ini merupakan salah satu dilema yang dihadapi Balai Taman Nasional Teso Nilo. Proses panjang penetapan kawasan ini menjadi taman nasional telah menimbulkan berbagai permasalahan. Sampai kini permasalahan Teso Nilo belum ditemukan solusinya.
Seperti dipaparkan Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro. Dulunya kawasan Teso Nilo merupakan areal HPH Dwi Marta kemudian berpindah menjadi HPH Inhutani Solalestari.
“ Bekas HPH Inhutani inilah yang ditetapkan sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) Teso Nilo pada tahun 1986 dengan luas 38.576 hektar.” kata Heru