Ia membeberkan berbagai kekejaman yang terjadi terhadap pers saat melakukan tugas jurnalistik di Myanmar.
Lewat tulisannya yang dilansir Kantor Berita Radio, Kannikar Petchkaew memaparkan ketika partai Aung San Suu Kyi memenangkan pemilu bersejarah pada 2015 lalu, tertumpang harapan besar terhadap masa depan Myanmar.
Kemenangan Aung San Suu Kyi saat itu diharapkan akan bisa mendorong Myanmar semakin peduli terhadap kemanusiaan setelah menghirup udara demokrasi. Bahkan sudah dibayangkan pers yang kuat dan independen akan tumbuh di Myanmar.
Namun peristiwa demi peristiwa yang memprihatinkan tetap saja terjadi terhadap dunia pers Myanmar, sama seperti beberapa dekade sebelumnya. Misalnya seorang jurnalis Eleven Media Group yang berusia 35 tahun dipukuli sampai mati.
Jurnalis yang bekerja di media swasta terbesar di Myanmar ini dipukuli saat mengerjakan laporan tentang pembalakan liar. Namun media yang berkantor di pusat kota Yangoon dan didukung lebih dari 100 reporter ini tetap tidak berkutik.
Bahkan pendiri Eleven Media sendiri pernah dijebloskan ke penjara selama dua bulan. Dia dituduh melakukan pencemaran nama baik secara online, setelah menulis seorang menteri melakukan korupsi.
Di Myanmar ada UU Telekomunikasi yang dibuat di masa pemerintahan Presiden U Thein Sein, yang saat itu didukung militer. Sehingga setiap media sangat berhati-hati dan sering melakukan sensor sendiri.
Pers di Myanmar sangat takut dengan pasal elektronika, terutama pasal 66 (d). Pasal ini mengatur ancaman penjara tiga tahun untuk siapa pun yang dinyatakan bersalah menggunakan 'jaringan telekomunikasi untuk memeras, mengancam, menghalangi, mencemarkan nama baik, mengganggu, menyebar pengaruh yang tidak pantas atau mengintimidasi.
Sejak April tahun lalu, pasal ini telah digunakan sebanyak 38 kali terhadap jurnalis, politisi dan pengguna media sosial. Dan kasus pencemaran nama baik juga semakin meningkat.
Di Myanmar penangkapan jurnalis hal yang lumrah. Di penjara Insein yang terkenal banyak sekali jurnalis ditahan  selama tahun-tahun militer berkuasa. Kini, hampir semua jurnalis itu telah dibebaskan. Namun sampai kini masih ada beberapa hal yang belum berubah. Kebebasan pers masih belum mendapatkan ruang selayaknya.
Ini bisa terlihat dari bentuk tekanan terhadap pers, Kannikar Patchkaew memberikan ilustrasi tentang peristiwa Myanmar Times. Myanmar Times baru-baru ini memecat seorang jurnalis asing.