Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Es Kopi Toples dan Anomalinya

19 Desember 2018   02:14 Diperbarui: 19 Desember 2018   02:52 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi gambar dari Es Kopi, female.kompas.com)

Semua bahan masakan tergelar dengan lengkap. Beberapa bahan menu setengahnya disiapkan dari rumah. Namun sebagian besar, sajian warung makan ala setengah angkringan itu dimasak di beranda ruko pasar. Inilah sekelumit cerita tentang warung angkringan disuatu malam.

Ia dan istinya, bahu membahu. Melayani pelanggan yang hilir mudik. Terlihat cakap dan piawai. Sesekali Ia menghitung berapa yang harus dibayar oleh pelanggan, sembari tanggannya dengan lincah menyiapkan minuman es teh dan es kopi, hingga menyapa pelanggannya yang datang dan pamitan.

Pun dengan istrinya. Clemek yang menutup setengah badannya menjadi petanda bahwa Ia selalu siap mendampingi suaminya membuka warung malam. Terlihat deretan bahan itu tertata dengan sedikit berantakan. Di meja dengan berundak. Lurus dan simetris dengan meja angkringannya, adalah dua kompor dengan ber LPG 3 kg. Satu tungku besar, dan satunya kecil. Persis disebelah kiri tungku, adalah adonan mendoan tempe. Aromanya khas. Bumbu bawangrempah putih dan kuning.

Sebelahnya adalah aneka stok bumbon beserta sayuran lengkap. Persis di ujung mejanya, berjejer bilah lontong daun pisang. Lontong itu memanjang dengan tampak kuat. Dan dibawah rak meja malam itu, berjajar stok bahan masakan yang banyak.

Dengan sigap tangannya memainkan peran. Adonan bumbu mendoan yang sudah disiapkan dari rumah telah dituangkan dalam mangkuk besar. Tangan kiri memegang mangkok plastik dengan perlahan diletakkan di meja panjang yang sesak. Dan pada saat yang sama, tangan kanannya meraih tepung terigu beserta tempe yang berbaris di bawah mejanya.

"Biasa, sampai jam setengah telu"

Ungkap suaminya saat menemaniku dipojok karena karena tidak kebagian tiga bangku panjangnya.

Malam itu, istrinya ijin sebentar mengikuti kegiatan rutin RT.

Ia tidak gagap kacau. Langkah kaki dan tangannya seakan seiya sekata. Terlebih dipadu dengan telinga yang peka, dengan mata yang selalu tajam dalam meracik, menggoreng, menyeduh, menyajikan, dan melayani para pelanggan. Tak lama kemudian, istinya datang. Ternyata hanya membayar uang arisan lalu ditinggal ke warung lagi.

Adegan kolaborasi menarik tergelar lagi, suami istri berpadu peran dalam warung makan malam depan terminal.

"Pernah 60"

Jawabnya tentang pasang surut dan sepi ramainya warung. Enam puluh ribu, saat itu awal buka warung. Dimulai sore hingga tutup larut pagi. Namun beda dengan sekarang.

"1,5 mas"

Tambahnya, dengan jidatnya ditarik keatas dekat pelipis dan kerut wajah tersipuh malu.

Sudah sepuluh tahun lebih Ia bersama istrinya menaruh nasibnya di sepertigasore hingga larut pagi. Pendapatannya pun melonjak tajam. Rata-rata, omset tiap mangkal adalah 1,5 juta. Dan jika pada saat ramai, malam minggu, hampir mendapat dua jutaan.

Warung makan manajemen ala keluarga ini terbukti tetap eksis hingga sekarang. Jika dahulu, warungnya menjorok ke relung dalam terminal. Namun sekarang warungnya berada tepat di beranda pojok depan timur ruko pasar, seiring lenyapnya terminal yang dialihfungsikan menjadi deretan ruko pasar.

Dengan perawakan sedikit macho, berkulit agak legam, selalu mengenakan kaos tipis hasil dari promo obat pabrikan, dan terkadang mengenakan kaos partai. Jelas dalam hal penampilan, tidak pernah diutamakan seperti halnya pemilik dan pelayan di suatu rumah makan dan caffee malam. Pun dengan celananya. Ia selalu mengenakan celana pendek dengan sedikit memanjang di bawah lutut. Cukup pas fashion yang dikenakan. Gesit dan ringan, serta siap di suasana medan.

Raut wajah yang terkesan cekatan, sesekali intonasi percakapan itu dinaikkan, ketika menjamu pelanggannya yang cukup dekat dan lama dalam jalinan pertemanan. Malam tadi tidak banyak yang diperbincangkan. Sesekali pula para pelanggan pesan apa yang diinginkan, selanjutnya para pelanggan sibuk dengan hpnya masing-masing. Adapun ia tidak pernah memainkan hp saat melayani pelanggan. Hp tipis berlayar monokrom dengan berlingkar karet tangan itu, sesekali  dibuka untuk melihat kabar sms dari anak perempuannya di rumah dengan adiknya.

Adapun istrinya, terlihat agak sedikit pendiam, dan sesekali muncul cerewetnya. Namun tampang wajah tetap hambel dan cekatan. Malam itu,  wajah istrinya yang agak tembem, dengan sandal jepit berlatar bulat, terlihat cekatan dalam menyiapkan segala menu makanan.

Lontong sambel, nasi rames, nasi pecel, hingga mie instan selalu menjadi menu laris untuk pesanan. Semua disajikan di tempat. Cobek berbibir besar dari batu hitam, dengan penghalus patah di bagian ujungnya, selalu penuh dengan racikan sambel kacang untuk dilumurkan di piring ber lontong daun pisang.

Cukup khas. Setiap pelanggan yang pesan lontong, selalu dibaluri sambel kacang berkecap lele. Tidak hanya itu. Tampaknya belum afdhol jika belum dilengkapi irisan kol, taburan bawang goreng, dan bulir kacang goreng yang menambah selera makan. Tidak hanya lontong sambel, lontong sayur gori/tewel bersantan tempe sedikit persegi kecil,  juga menjadi menu andalan.

Bagi yang pesan nasi rames, nasi kemebul di megicom itu selalu disajikan di atas piring keramik berornamen sekar jagat dan coklat muda polosan. Nasi putih itu selalu menjaga selera hangat, karena kabel megicom penanak nasinya selalu tertancam di stop kontak bagian pojok setengah atas pilar angkringan.

Begitu pula dengan nasi ramesnya. Nasi rames khas warung malam itu selalu bertabbur tempe kering berkecap lekat, dengan oseng mie kecambah. Begitupun dengan menu nasi pecelnya. Angkringan warung makan dengan ukuran kurang lebih 2,5 kali 1 meter, lengkap dengan menu khas para pelanggan.

Baginya, membuka warung tidak harus menyewa bangunan. Cukup dengan tenda dan akses listrik yang cukup, sudah dijamin lancar.

Tentunya tidak semata-mata angkringan warung makannya. Dan juga tidak perlu resep rahasia. Karena manu makanan yang dijual juga biasa-biasa saja. Lalu apa? Tidak lain adalah gorengan yang selalu fresh.

Selain menjajakan menu sate kerang dan sate ampela, dan seabek camilan yang digelar di atas mejanya, mendoan adalah hal yang utama. Mendoan dan juga piya-piya dan tahu pong yang disajikan selalu dalam keadaan fresh alias panas. Lidah lapar mana yang berani menolak dengan aneka gorengan yang fresh.

Puluhan bungkus tempe siap masak yang berderet di rak bawah itu selalu siap dipotong-potong. Dengan bungkus plastik transparan, tempe itu di-iris segi empat agak tipis. Tujuannya adalah agar bumbu dan baluran terigu itu sampai berasa di punggung tempenya. Dengan ditambah irisan onclang, mendoan goreng itu tampak segar. Kres, kriuk, dan renyah, serta padat isi, disaat mendoan disajikan selagi panas dan langsung di makan . Begitu pula dengan piya-piya dan tahu pongnya. Walaupun di warung tenda dengan meja masak belakang yang terkesan berantakan, tetapi tetap selalu ramai pelanggan.

Biasanya tumpukan rokok beragam merk itu disajikan di plastik kresek warni hitam yang dimasukkan di bilik kotak angkringannya. Tetapi malam itu beda tampilan. Rokok kretek dan yang berfilter telah tertata rapi di lemari kaca kecil dua rak dengan tinggi perkiraan 50 sentimeter. Setiap merk rokok selalu memiliki kelompok penikmatnya. Dan suguhan khas warung makan setengah angkringan ini adalah terdapat dua toples sosis bekas yang diperuntukkan rokok eceran.

"Monggo"

Ucap pemilik warung sembari menjulurkan angan telunjuk  yang ujungnya tepat dengan dua toples berisikan rokok kepada pelanggan berambut setengah ubanan.

"Kadang sampurna kretek"

Ucapnya tepat di atas kursi plastik malam tadi, karena malamku di warung itu, tidak kebagian tempat duduk, sesekali Ia menghampiriku.

Warung jenis angkringan atau semacamnya, adalah surga bagi penikmat minuman seduh macam rasa apa saja. Hampir beranda tengah dan belakang angkringannya penuh dengan aneka sachet kopi. Mulai dari kopi luwak, kopi kapal, kopi susu, kopi jahe, dan seabrek merk lainnya siap diseduh. Pun dengan aneka jenis sachet minuman lainnya mulai dari sari adem, rasa aneka buah, dan jenis ragam macamnya, juga siap disaji.

Panas, setengah panas atau anget, dingin, hingga setengah panas setengah dingin, selalu siap sedia. Pelanggan tinggal nunjuk, Ia dengan sigap menjulurkan mata gunting untuk di seduh pada gelas dengan aneka ukuran pula.

Tetapi malam itu banyak yang pesan es kopi toples. Es kopi toples, kopinya bukan kopi sachet, tetapi kopi yang ditaruh di toples, diseduh di gelas besar dengan sedikit air panas, lalu di masukkan  bongkahan es. Kopinya cukup berasa, dengan sentuhan segar untuk pelepas dahaga. Urutan minuman seduh yang laris berikutnya adalah es teh dan jahe original yang ditumbuk dengan gagang pisau.

"prok prok prok"

Suara tumbukan daging jahe pedas di gebuk itu terdengar dengan jelas. Seketika angkringan goyang karena gebukan tersebut. Tak lama kemudian jahe panas itu sudah tersajikan di gelas montok berlatar cawan sekar jagat. Kemebul, alias nuansa jahe hangat siap disruput disepertiga malam di warung setengah angkringan.

Semakin malam, warung setengah angkringan ini semakin renyah. Anak-anak muda dan bapak-bapak sebaya, silih ganti berdatangan. Altar sepanjang ruko pasar malam itu semakin  sesak. Seakan sudah diatur siapa di posisi mana. Anak-anak muda bergerombol di atas tikar yang tersediaan di bagian belakang angkringan. 

Seakan sudah tahu dimana tempat tikarnya. Tanpa bertanya, anak-anak muda itu menggerombol dengan berlantai tikar kusam dan lama. Bagi Bapak-bapak dan yang sebayanya, dengan sarung kotak-kotak dislempangkan di dekat leher bahunya. Duduk sambil mengangkat kaki sebelah kanan di bangku, seraya berucap,

"Kopi kopi"

Tema bercakapan malam itu cukup sulit dirangkai dalam satu tema besarnya. Sebentar-sebentar, ganti tema. Tetapi jika dipaksa, tema obrolan malam itu adalah anomali semuanya. Bapak bapak yang hobby mancing, bercerita tentang ketidakpastian hasil pancingannya. 

Bapak bapak yang buruh, bercerita tentang ketidakpastian kapan garapannya kelar, disela-sela banyak kerjaan menunggunya. Bapak bapak yang tani, bercerita tentang ketidakpastian kapan hujan turun ulang, dan kira-kira pupuk dan jenis hama apa yang akan diturunkan kemudian. 

Dan setengah Bapak bapak lainnya, bercerita tentang ketidakpastian kapan libur kerja seperti Bapak bapak guru lainnya. Dan pada malam itu pula, Jakowi Prabowo menjadi isu menarik. Sebagian mendoakan Jakowi menang, sebagian menyampaikan pilihan kepada Prabowo dengan fulgar.

Berbeda dengan barisan depan. Barisan belakang cukup lengang. Sesekali tertawa bergantian, dan tertawanya pecah.  Dan mereka tampak lebih nyaman dikendalikan oleh hpnya dari pada bertutur cerita tentang sebuah anomali. Seakan begini, Persetan dengan semuanya, yang penting malam itu adalah miliknya. Hal terindah adalah ngopi bersama teman dekatnya.

Pemilik warung masih sibuk dengan pesanan silih berganti dan bertambah. Barisan belakang kerap menambah pesan. Es kopi dan es teh tampak memikat nikmat para pelanggannya. Dalam benakku, harusnya kopi panas, kenapa banyak yang pesan es kopi? Apakah ini penanda bahwa minuman dan makanan yang dipesan malam ini bertemakan anomali pula?

"Pisang goreng bos"

Benar memang, barisan belakang acapkali nampah dan ganti pesanan. Semakin larut, pisang goreng rojo samakin laris. Namun mendoan tetap yang memimpin. Semakin larut dan semakin larut, altar depan semakin penuh dengan deretan berbagai merek sepeda motor ternama.

Pun dengan pemilik warung makan paruh angkringannya. Semakin larut, tampak raut wajahnya semakin semangat melayani para pelanggannya. Altar ruko yang tadinya ramai oleh para penjaja makanan dan mainan anak-anak, sedikit demi sedikit mulai lengang.

"es kopi"

Dengan lirih pelanggan itu memesan masih dalam posisi di atas motornya.

"siap 86"

Jawab lelaki berbadan legam. Sementara perempuan berwajah tembem mulai melirik hp berikat karet lengannya. Sementara lagi, saya harus segera pamitan karena mengingat hp yang saya ces, daya baterainya sudah kepenuhan.  

#salam_eskopi_toples

#salam _anomali

#salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun