Jawabnya tentang pasang surut dan sepi ramainya warung. Enam puluh ribu, saat itu awal buka warung. Dimulai sore hingga tutup larut pagi. Namun beda dengan sekarang.
"1,5 mas"
Tambahnya, dengan jidatnya ditarik keatas dekat pelipis dan kerut wajah tersipuh malu.
Sudah sepuluh tahun lebih Ia bersama istrinya menaruh nasibnya di sepertigasore hingga larut pagi. Pendapatannya pun melonjak tajam. Rata-rata, omset tiap mangkal adalah 1,5 juta. Dan jika pada saat ramai, malam minggu, hampir mendapat dua jutaan.
Warung makan manajemen ala keluarga ini terbukti tetap eksis hingga sekarang. Jika dahulu, warungnya menjorok ke relung dalam terminal. Namun sekarang warungnya berada tepat di beranda pojok depan timur ruko pasar, seiring lenyapnya terminal yang dialihfungsikan menjadi deretan ruko pasar.
Dengan perawakan sedikit macho, berkulit agak legam, selalu mengenakan kaos tipis hasil dari promo obat pabrikan, dan terkadang mengenakan kaos partai. Jelas dalam hal penampilan, tidak pernah diutamakan seperti halnya pemilik dan pelayan di suatu rumah makan dan caffee malam. Pun dengan celananya. Ia selalu mengenakan celana pendek dengan sedikit memanjang di bawah lutut. Cukup pas fashion yang dikenakan. Gesit dan ringan, serta siap di suasana medan.
Raut wajah yang terkesan cekatan, sesekali intonasi percakapan itu dinaikkan, ketika menjamu pelanggannya yang cukup dekat dan lama dalam jalinan pertemanan. Malam tadi tidak banyak yang diperbincangkan. Sesekali pula para pelanggan pesan apa yang diinginkan, selanjutnya para pelanggan sibuk dengan hpnya masing-masing. Adapun ia tidak pernah memainkan hp saat melayani pelanggan. Hp tipis berlayar monokrom dengan berlingkar karet tangan itu, sesekali  dibuka untuk melihat kabar sms dari anak perempuannya di rumah dengan adiknya.
Adapun istrinya, terlihat agak sedikit pendiam, dan sesekali muncul cerewetnya. Namun tampang wajah tetap hambel dan cekatan. Malam itu, Â wajah istrinya yang agak tembem, dengan sandal jepit berlatar bulat, terlihat cekatan dalam menyiapkan segala menu makanan.
Lontong sambel, nasi rames, nasi pecel, hingga mie instan selalu menjadi menu laris untuk pesanan. Semua disajikan di tempat. Cobek berbibir besar dari batu hitam, dengan penghalus patah di bagian ujungnya, selalu penuh dengan racikan sambel kacang untuk dilumurkan di piring ber lontong daun pisang.
Cukup khas. Setiap pelanggan yang pesan lontong, selalu dibaluri sambel kacang berkecap lele. Tidak hanya itu. Tampaknya belum afdhol jika belum dilengkapi irisan kol, taburan bawang goreng, dan bulir kacang goreng yang menambah selera makan. Tidak hanya lontong sambel, lontong sayur gori/tewel bersantan tempe sedikit persegi kecil, Â juga menjadi menu andalan.
Bagi yang pesan nasi rames, nasi kemebul di megicom itu selalu disajikan di atas piring keramik berornamen sekar jagat dan coklat muda polosan. Nasi putih itu selalu menjaga selera hangat, karena kabel megicom penanak nasinya selalu tertancam di stop kontak bagian pojok setengah atas pilar angkringan.