Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Madin, Mantab Jiwa

22 Agustus 2017   11:37 Diperbarui: 22 Agustus 2017   14:05 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun beda alur jika para penguasa negeri ini tidak santun dalam bergagas dan berlaku. Jika fenomena kebijakan Full Day School ini dibiarkan, maka tetap saja konflik struktur ini akan berimbas pada konflik horizontal. Pertanyaannya adalah siapa yang lebih kuat? Ada empat hal yang perlu diketahui ketika terjadi adu kuat antara MD dan NU.

Pertama, siapa pemilik tradisi Full Day School. Mereka yang hobby menarik-narik fenomena sosial dalam situasi masa lalu, pasti akan tahu bahwa setelah madin adalah ekspresi tradisi pendidikan hindu buddha. Sedangkan sekolah adalah ekspresi tradisi pendidikan eropa. Mencoba melesat jauh dari situasi masa lalu, tradisi belajar dengan durasi banyak waktu, hingga menginap dalam suatu ruang, adalah tradisi pendidikan hindhu buddha. Namun dalam keistimewaannya, tradisi belajar berbanyak waktu dan tinggal dalam waktu yang lama ini harus dilanjutkan oleh para fisuluf Islam, dalam ceritanya, karena ketika pewaris kerajaan Majapahit disibukkan dengan berebut tahta. Saat itu, ketika Majapahit melakukan pembiaran dan pengosongan layanan pendidikan, situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh para filufuf Islam / guru multidisplin untuk mengambil alih. Dan dalam cerita yang berkembang, tradisi belajar siang malam menyatu dengan masyarakat ini tidak diubah oleh para guru. Hingga kemudian muncullah konsep pondok pesantren yang hari ini pewarisnya adalah NU.

Terlepas ada apa dibalik ini semua, cerita di atas adalah strategi kebudayaan akan bagaimana kita mengelola sebuah layanan pendidikan. Memang layanan pendidikan tidak lepas dari dinamika struktur. Namun yang perlu diketahui, siapapun pewaris tradisi belajar, harus memiliki sopan santun dalam bergagas dan bertindak.

Dari cerita di atas, konsep dukuh, konsep biara, konsep surau, konsep langgar, konsep padepokan, adalah konsep pembelajaran yang sebenarnya telah melampaui batas konsep Full Day School. Namun anehnya, mengapa MD ingin melaksanakan Full Day School? Ada apa dibalik ini semua?

Terlepas juga dari ada apa di balik ini semua, lantas siapa yang lebih kuat? Secara tradisi, jelas jawabnya ada di NU, bukan MD. Namun MD juga punya andil dan hingga berpeluang. Kali ini, NU dan MD adalah 1 -- 0.

Kedua,  siapa yang paling banyak pengikutnya? Siapa yang banyak pengikutnya? Mengacu hasil hobby memandang pada bagian atas, bahwa Full Day School adalah trend an gaya hidup saat ini. Pengikutnya adalah para siswa dan termasuk para guru sekolah formal, bukan madin. Indikator ini dapat diuji dengan menanyakan kepada semua siswa dan guru di sekolah formal, pasti jawabnya memlikih libur sabtu dan minggu. Namun pengikut yang banyak ini masih dalam kategori semu. Mengapa demikian? Karena para siswa dan guru di sekolah formal hanya suka libur sabtu dan minggu, namun tidak suka ketika jam belajarnya di tambah.

Lantas bagaimana dengan pengikut madin? Pengikut madin memang militan. Seolah-olah, relasi yang terbangun antara struktur suci, yaitu antara guru ngaji dan santri. Guru ngaji adalah santri dari Kyai. Dan tokoh-tokoh sosial yang ada di Indonesia, apalagi tokoh politik, biasanya juga dikendalikan oleh Kyai. Pengikut madin semakin hari juga tampak terancam. Hal ini dapat dilihat semakin sedikitnya santri di madin. Memang ada beberapa kasus, dimana ada situasi madin berlimpah santrinya, namun hanya beberapa saja.

Walaupun hanya beberapa saja, keberadaan madin tidak dapat lepas dari pondok pesantren. Mereka yang hobby mengamati pondok pesantren, pasti akan tahu apa rahasianya. Dari hasil hobby mengamati, madin yang besar pengikutnya adalah madin yang dinaungi oleh pondok pesantren dengan tokoh sang Kyai. Bahkan madin yang ada telah dikembangkan dengan model madrasah formal. Hal ini menarik untuk dijadikan pembelajaran bersama. Ketika bangsa ini membutuhkan nilai-nilai agama yang kuat, setidaknya belajar dari para pengasuh pondok pesantren yang telah menyediakan layanan pendidikan madin dan madrasah yang sudah ada.

Berdasar pemetaan di atas, siapa yang paling banyak pengikutnya? Jawabnya adalah MD, bukan NU. Namun yang perlu diketahui, walaupun MD menang jumlah pengikut, tetapi pengikutnya semu. Dan yang lebih rawan lagi, legalitas benyaknya pengikut ini juga masih semu. Bayangkan jika menteri pendidikan bukan dari MD? Hahaha....

Ketiga, siapa yang paling banyak sumber dananya? Semua sudah tahulah, siapa pemegang dana sekolah dan madin. Sekolah didanani oleh pemerintah dan masyarakat. Sedangkan madin didanai oleh swadaya masyarakat. Secara pendanaan, MD menang karena minta pemerintah dan masyarakat atas dasar legalitas undang-undang. Sedangkan NU seret akan dana, itupun masih ditambah dengan tidak adanya legalitas yang kuat dari mana sumber dana harus digali.

Selain adanya perbedaan yang sangat jomplang, MD memiliki kepiawaian dalam mengelola dana. Lihat saja koperasi semacam BMT atau apalah namanya. Lihat saja model perbankan syariah atau apalah namanya. Semua yang menggawangi adalah tokoh-tokoh dari MD. Sungguh piawai dalam hal jaringan pendanaan. Ketika kepiawaian ini ditambah dengan akses anggara dari struktur, maka jelas mantab jiwa. Kali ini MD menang telak dari NU.  Namun ada sumber dana semi struktur yang kemungkinan akan diaktifkan oleh NU. Bagian ini akan terbahas pada ulasan akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun