Biasanya mereka akan mengirimkan tulisan berupa prosa dan puisi yang unik. Sebut saja prosa buatan S. Sari Doeham di surat kabar Soenting Melajoe edisi 20 Juli 1912 berjudul "Seroean" yang tertera di halaman pertama koran tersebut.
Ia menulis: "Kecil gunung, besarlah hatiku, melihat terbitnya taman 'Soenting' ini, tempat segala Soentingan Melajoe bergurau-gurau dan bercengkrama, di medan Soenting inilah tempat sekalian perempuan-perempuan Melajoe bermain-main memperbincangkan ini itu tentang kemajuan."
Paragraf selanjutnya ia menambahkan: "Di taman, memang ya di taman inilah tempat perempuan Melajoe berseru dan bersuara memohonkan apa-apa pun pada pembesar kita kanjeng Gouvernement, untuk keperluan bangsa perempuan kita serta tempat meriwayatkan hal masak-masakan yang mesti sekalian bangsa kita perempuan memaklumi, betul begitu uniku?"
Paragraf-paragraf selanjutnya sekiranya melanjutkan kegembiraan yang terpancar dari tulisan S. Sari Doeham di atas.
Tulisan-tulisan yang tercantum di Soenting Melajoe layaknya sebuah ungkapan kemerdekaan bagi para perempuan untuk mengeluarkan keluh kesah dan perasaan yang mereka alami. Prosa yang disampaikan terkesan unik karena ditulis menggunakan sudut pandang perempuan dan ditujukan untuk pembaca perempuan pula. Tidak sedikit penulis memasukkan narasi yang bersifat satir, seperti menyinggung kebijakan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu.
Dalam surat kabar berbahasa Belanda, Het Vaderland edisi 16 September 1912, ada artikel berjudul Moderne Maleische Vrouwen atau Wanita Melayu Modern yang isinya adalah penjelasan perihal surat kabar Soenting Melajoe. Di sini disebutkan bahwa Soenting Melajoe adalah sarana bagi perempuan agar bisa terus bertumbuh dalam hal pendidikan untuk bisa mengejar ketertinggalan untuk membaca dan menulis dari laki-laki.Â
Artikel ini juga menjelaskan bagaimana Soenting Melajoe membantah pemikiran para ibu yang berpikir bahwa anak-anak perempuan mereka tidak perlu mengenyam pendidikan. Menurut mereka, tanpa pendidikan, anak-anaknya sudah bisa memasak dan menenun.Â
Soenting Melajoe berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya persoalan membaca dan menulis, melainkan mampu mengasah daya pikir, memperbaiki perilaku, dan menjaga sopan santun. Imbasnya, pendidikan akan mengembangkan keterampilan memasak yang lebih baik dari sebelumnya dan mendorong hal-hal lain yang lebih bermanfaat karena pendidikan yang diperoleh.
Setelah beberapa waktu mengabdikan diri sebagai sosok yang membina Soenting Melajoe, permasalahan datang dari KAS milik Rohana. Pada 1916, ia dituduh menyelewengkan uang oleh muridnya sendiri. Ia kemudian dilengserkan dari jabatan Direktur dari sekolah yang ia dirikan berkat dukungan dan dorongan suami serta keluarganya itu.Â
Setelah menjalani beberapa persidangan, ia terbukti tidak bersalah atas tuduhan yang diutarakan padanya. Rohana lalu pindah ke Bukittinggi dan mendirikan sekolah baru yang bernama Roehana School. Ia mendirikan sekolah ini dengan mandiri, berharap masalah yang terjadi di KAS tidak terulang kembali.