Siapa Rohana Koeddoes?
Rohana Koeddoes, Roehana Koeddoes, atau Roehana Koedoes adalah variasi ejaan nama dari seorang wanita asal tanah Minangkabau, tepatnya di Koto Gadang, kabupaten Agam yang lahir pada 20 Desember 1884. Nama aslinya adalah Siti Rohana. Rohana semenjak kecil sudah hidup dalam lingkungan keluarga yang intelek dan melek buku. Ayahnya, Moehammad Rasjad Maharaja Soetan yang adalah seorang Jaksa Kepala, menjadi sosok penting dalam kemajuan intelektual Rohana.Â
Ayahnya menyediakan buku-buku dan surat kabar untuk dibaca dan dipelajari oleh Rohana. Ia pernah diajari membaca, menulis, dan merajut oleh tetangganya hingga pengetahuan dan keterampilannya meningkat pesat.Â
Rohana begitu gemar membaca buku. Ia memiliki kebiasaan unik membaca buku dengan suara yang keras sehingga terdengar oleh orang-orang sekitar. Kebiasaan uniknya inilah yang menarik minat masyarakat sekitar untuk ikut belajar membaca. Hal ini menjadi gerbang pembuka bagi Rohana untuk selanjutnya berperan besar dalam dunia pendidikan perempuan dan pers perempuan di Indonesia.
Pendirian Keradjinan Amai Setia (KAS)
Ia mendapat nama belakang Koeddoes setelah menikah dengan Abdul Koeddoes pada 1908. Sang suami begitu mendukung minat istrinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Sebelum menikah, Rohana sudah mendirikan sekolah sekadarnya di teras rumahnya.Â
Ia mengajari anak-anak setempat dan ibu-ibu muda baca tulis serta mengajari mereka kerajinan seperti menyulam. Perjuangan Rohana berlanjut pada tahun 1911 dengan mendirikan Kerajinan Amai Setia (KAS), sebuah sekolah yang awalnya hanya memberikan pengajaran perihal menyulam, menjahit, menenun, dan lainnya, kemudian juga menyediakan pendidikan baca tulis, pelajaran agama, dan bahasa Belanda.Â
Sekolah ini mendapat pengakuan badan hukum dari pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915 (Darwati, 2022). Sumber yang lain menyebutkan bahwa KAS didirikan pada 11 Februari 1914 (Wulandari, 2017). KAS menjadi sentral pengrajin yang bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda sehingga penjualan mereka selain ke kota-kota besar, produk hasil kerajinan juga dijual ke luar negeri.
Soenting Melajoe yang Fenomenal
Selain mengajar, Rohana begitu suka untuk menulis. Ia sempat menjadi kontributor surat kabar Poetri Hindia beberapa kali sebelum surat kabar itu ditutup karena suatu masalah. Ia kemudian menyurati pemimpin redaksi surat kabar Oetoesan Melajoe, Soetan Maharadja. Melalui surat itu Rohana meminta permohonan kepada Soetan untuk membuatkan surat kabar khusus perempuan. Soetan yang menyetujui hal itu langsung merilis surat kabar bernama Soenting Melajoe yang pertama kali terbit pada 10 Juli 1912.Â
Nama Soenting atau Sunting merujuk pada hiasan kepala tradisional berbahan emas untuk wanita. Soenting Melajoe bisa juga diterjemahkan sebagai "Mahkota Melayu". Sunting sepertinya juga plesetan dari kata "menyunting" yang berarti memperbaiki atau mengoreksi.
Rohana kemudian diangkat menjadi pemimpin redaksi dan dibantu oleh Zoebaidah Ratna Djuwita--putri Soetan Maharadja--sebagai partnernya. Soenting Melajoe dianggap sebagai surat kabar perempuan pertama karena Redaktur dan para penulisnya adalah perempuan semua. Rohana menyampaikan, bahwa meningkatkan intelektualistas perempuan Indonesia melalui bahasa melayu adalah tujuan dari dibentuknya Soenting Melajoe (Darwati, 2022).Â
Soenting Melajoe banyak memuat hal-hal yang sarat akan masalah di kehidupan perempuan seperti poligami, perceraian, pendidikan bagi wanita, dan banyak lainnya. Melalui surat kabar ini, banyak wanita yang sudah menikah maupun gadis single mengutarakan pemikirannya.Â
Biasanya mereka akan mengirimkan tulisan berupa prosa dan puisi yang unik. Sebut saja prosa buatan S. Sari Doeham di surat kabar Soenting Melajoe edisi 20 Juli 1912 berjudul "Seroean" yang tertera di halaman pertama koran tersebut.
Ia menulis: "Kecil gunung, besarlah hatiku, melihat terbitnya taman 'Soenting' ini, tempat segala Soentingan Melajoe bergurau-gurau dan bercengkrama, di medan Soenting inilah tempat sekalian perempuan-perempuan Melajoe bermain-main memperbincangkan ini itu tentang kemajuan."
Paragraf selanjutnya ia menambahkan: "Di taman, memang ya di taman inilah tempat perempuan Melajoe berseru dan bersuara memohonkan apa-apa pun pada pembesar kita kanjeng Gouvernement, untuk keperluan bangsa perempuan kita serta tempat meriwayatkan hal masak-masakan yang mesti sekalian bangsa kita perempuan memaklumi, betul begitu uniku?"
Paragraf-paragraf selanjutnya sekiranya melanjutkan kegembiraan yang terpancar dari tulisan S. Sari Doeham di atas.
Tulisan-tulisan yang tercantum di Soenting Melajoe layaknya sebuah ungkapan kemerdekaan bagi para perempuan untuk mengeluarkan keluh kesah dan perasaan yang mereka alami. Prosa yang disampaikan terkesan unik karena ditulis menggunakan sudut pandang perempuan dan ditujukan untuk pembaca perempuan pula. Tidak sedikit penulis memasukkan narasi yang bersifat satir, seperti menyinggung kebijakan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu.
Dalam surat kabar berbahasa Belanda, Het Vaderland edisi 16 September 1912, ada artikel berjudul Moderne Maleische Vrouwen atau Wanita Melayu Modern yang isinya adalah penjelasan perihal surat kabar Soenting Melajoe. Di sini disebutkan bahwa Soenting Melajoe adalah sarana bagi perempuan agar bisa terus bertumbuh dalam hal pendidikan untuk bisa mengejar ketertinggalan untuk membaca dan menulis dari laki-laki.Â
Artikel ini juga menjelaskan bagaimana Soenting Melajoe membantah pemikiran para ibu yang berpikir bahwa anak-anak perempuan mereka tidak perlu mengenyam pendidikan. Menurut mereka, tanpa pendidikan, anak-anaknya sudah bisa memasak dan menenun.Â
Soenting Melajoe berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya persoalan membaca dan menulis, melainkan mampu mengasah daya pikir, memperbaiki perilaku, dan menjaga sopan santun. Imbasnya, pendidikan akan mengembangkan keterampilan memasak yang lebih baik dari sebelumnya dan mendorong hal-hal lain yang lebih bermanfaat karena pendidikan yang diperoleh.
Setelah beberapa waktu mengabdikan diri sebagai sosok yang membina Soenting Melajoe, permasalahan datang dari KAS milik Rohana. Pada 1916, ia dituduh menyelewengkan uang oleh muridnya sendiri. Ia kemudian dilengserkan dari jabatan Direktur dari sekolah yang ia dirikan berkat dukungan dan dorongan suami serta keluarganya itu.Â
Setelah menjalani beberapa persidangan, ia terbukti tidak bersalah atas tuduhan yang diutarakan padanya. Rohana lalu pindah ke Bukittinggi dan mendirikan sekolah baru yang bernama Roehana School. Ia mendirikan sekolah ini dengan mandiri, berharap masalah yang terjadi di KAS tidak terulang kembali.
Akhir Hidup Rohana
Setelahnya, Rohana sempat berpindah-pindah memenuhi panggilan mengajar sebagai guru. Ia pernah ke Medan, Lubuk Pakam, dan sempat kembali ke Koto Gadang, daerah Kerajinan Amai Setia (KAS) berada.Â
Rohana ternyata masih rajin menulis untuk Soenting Melajoe bahkan ketika ia diterpa banyak peristiwa yang tidak mengenakkan. Ia meninggal pada 17 Agustus 1972 di usia 88 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Umum Karet, Jakarta.
Rohana Koeddoes dan Soenting Melajoe seperti perwujudan kritik dunia terhadap ketidakadilan di negeri manusia. Keduanya memiliki wujud yang berbeda namun esensinya sama. Mereka tetap berjalan tegak dan terus bertahan dari kejamnya arus yang mampu membuat siapa saja menyerah jika menghadapinya. Terimakasih telah menjadi perempuan yang hebat, Rohana!
Referensi
Surat Kabar
Het Vanderland, Den Haag, 1912. Diterbitkan oleh M. Nijhoff. https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=soenting+melajoe&coll=ddd&identifier=MMKB23:001496200:mpeg21:a00022&resultsidentifier=MMKB23:001496200:mpeg21:a00022&rowid=4Â
Soenting Melajoe, Padang, 1912. Diterbitkan oleh Rohana Koeddoes. https://khastara.perpusnas.go.id/landing/search?q=soenting+melajoe&f=title&fq=-1&layout=grid&__g0cwswk0o0kk0g88o0s44c8gsgwo4ss4s840ko40=dd8f8ded5f2f04ceae8385d6b53715e6. Â
Buku
Darwati. 2022. Nasionalisme dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Klaten: Penerbit Lakeisha
Ohorella, G. A. 1992. Peranan Wanita Indonesia dalam masa Pergerakan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Wulandari, Triana. 2017. Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan. Jakarta: Kemendikbud
Artikel online
Apriadi, Wildan. 2021. "Kerajinan Amai Setia Warisan Rohana Kudus, Pahlawan Perempuan Minangkabau". Bandung: Pikiran Rakyat. https://jurnalsoreang.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-1012983397/kerajinan-amai-setia-warisan-rohana-kudus-pahlawan-perempuan-minangkabau?page=all.Â
Zuhra, Wan Ulfa Nur. 2021. "Sejarah Roehana Koeddoes Mendidik Rakyat lewat Sekolah dan Pers ". Jakarta: Tirto.id. https://tirto.id/sejarah-roehana-koeddoes-mendidik-rakyat-lewat-sekolah-dan-pers-b3jw.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H