Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Militer Berada di Bawah Kendali Sipil

4 Maret 2022   17:55 Diperbarui: 4 Maret 2022   17:58 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketsa Kapal Induk U.S.S. United States (CVA-58) | Sumber gambar: nara.getarchive.net

Lalu pasca pemberlakuan undang-undang keamanan nasional tahun 1947, perselisisihan antara sipil dan militer yang lebih hebat pun terjadi. Bahkan perselisihan ini tidak hanya melibatkan militer dan petinggi sipil, melainkan perselisihan yang juga melibatkan antar cabang dinas militer. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1949 di mana beberapa Laksamana dari Angkatan Laut Amerika Serikat memprotes besar-besaran karena kebijakan yang diambil oleh Menteri Pertahanan pada saat itu, Louis A. Johnson. Peristiwa yang dikenal sebagai “Revolt of the Admirals” ini terjadi karena keputusan Menhan Johnson yang ternyata juga disetujui oleh Presiden Harry S. Truman untuk membatalkan proyek Kapal Induk Super terbaru untuk armada Angkatan Laut Amerika Serikat, yaitu U.S.S. United States (CVA-58) dan megalokasikan dana untuk Kapal Induk U.S.S. United States ini untuk pengadaan pesawat bomber strategis jarak jauh Angkatan Udara Amerika Serikat, yaitu B-36 Peacemaker. Apalagi mengingat peran penting kapal induk pada saat perang dunia kedua sehingga Angkatan laut Amerika Serikat membutuhkan Kapal Induk yang jauh lebih besar dan lebih canggih dari Kapal Induk yang digunakan pada saat Perang Dunia Kedua.

Sketsa Kapal Induk U.S.S. United States (CVA-58) | Sumber gambar: nara.getarchive.net
Sketsa Kapal Induk U.S.S. United States (CVA-58) | Sumber gambar: nara.getarchive.net
Pesawat Bomber Strategis Convair B-36 Peacemaker | Sumber Gambar: nationalmuseum.af.mil
Pesawat Bomber Strategis Convair B-36 Peacemaker | Sumber Gambar: nationalmuseum.af.mil
Ironisnya Proyek U.S.S. United States ini sebenarnya disetujui oleh Menteri Pertahanan yang sebelumnya, James Forrestal, namun karena perselisihan antara Forrestal dan Truman, Forrestal pun diberhentikan dari posisinya sebagai Menteri Pertahanan oleh Presiden Truman dan digantikan oleh Louis A. Johnson. Usut punya usut, Johnson pun juga diketahui pernah menjabat sebagai Direktur pada jajaran dewan Direksi di perusahaan produsen pesawat terbang Convair, yang mana merupakan perusahaan produsen pesawat yang memenangkan kontrak untuk pembuatan pesawat bomber strategis B-36 Peacemaker. Akibatnya banyak perwira di Angkatan Laut yang memprotes keputusan Pemerintahan Truman untuk membatalkan U.S.S. United States ini, bahkan banyak diantara mereka yang juga tidak segan-segan untuk mengundurkan diri. Kepala Staff Angkatan Laut Laskamana Louis E. Denfeld juga terus mengusahakan segala upaya agar proyek Kapal Induk U.S.S. United States kembali disetujui.

Namun sayangnya segala usaha tersebut sia-sia, Denfeld justru diberhentikan dari posisinya sebagai Kepala Staff Angkatan Laut oleh Menteri Angkatan Laut Francis P. Matthew dengan tuduhan pembangkangan dan tidak patuh dengan atasan dan Proyek Kapal Induk U.S.S. United States pun dibatalkan dan Angkatan Udara Amerika Serikat mendapatkan pesawat bomber jarak jauhnya, Convair B-36 Peacemaker.

Pada saat Perang Korea pecah pada 25 Juni, 1950, juga masih diwarnai oleh konflik antara sipil dan militer. Pada tahap awal peperangan pemerintahan Truman berusaha untuk mempertahankan Korea Selatan dari serangan lebih lanjut dari Korea Utara, dengan mengambil langkah yaitu memblokade perairan Korea Utara. Namun kali ini justru giliran pihak Angkatan Laut yang menuduh pemerintahan Truman tidak serius akan rencana blokade perairan Korea Utara ini, dikarenakan keterbatasannya armada Angkatan Laut untuk melakukan blokade akibat dari pemotongan anggaran Angkatan Laut terutama untuk Proyek kapal baru angkatan laut, salah satunya U.S.S. United States, dan yang mana anggaran tersebut dialokasikan untuk Angkatan Udara guna proyek pesawat bomber B-36 Peacemaker. Tetapi mustahil untuk memblokade perairan menggunakan pesawat dan blokade jauh lebih efektif dengan Kapal. Akibatnya Presiden Truman pun memecat Menteri Pertahanan Louis Johnson karena dianggap gagal dalam mencegah serangan Korea Utara terhadap Korea Selatan dan gagalnya kebijakannya pada saat Perang Korea. Di sisi lain pemerintahan Presiden Truman pada akhirnya juga menyetujui proyek Kapal Induk Super untuk Angkatan Laut dan pada tahun 1951 Kongress Amerika Serikat menyetujui dana untuk membangun Kapal Induk Super pertama Angkatan Laut Amerika Serikat, U.S.S. Forrestal (CV-59) yang diambil dari nama Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang pertama yang juga merupakan Menteri Angkatan Laut, James Forrestal.

Menteri Pertahanan George C. Marshall dan Jenderal Matthew P. Ridgway | Sumber gambar: stripes.com
Menteri Pertahanan George C. Marshall dan Jenderal Matthew P. Ridgway | Sumber gambar: stripes.com
Sebagai ganti Johnson, Truman menunjuk Jenderal besar George Catlett Marshall, yang merupakan mantan Menteri Luar Negeri dan juga arsitek dari kemenangan Amerika Serikat pada Perang Dunia kedua, sebagai pengganti Johnson sebagai Menteri Pertahanan. Namun karena Marshall merupakan Jenderal bintang lima, secara teknis Jenderal Bintang Lima tidak pernah pensiun dari Dinas Militer dan mendapatkan posisi seumur hidup di Dinas Militer, walaupun tidak sedang menjabat posisi di Militer. Akibatnya karena Marshall belum pensiun selama periode waktu Tujuh Tahun yang merupakan syarat bagi perwira militer untuk menjabat sebagai Menteri Pertahanan berdasarkan aturan Civilian Control over the Military dan Undang-Undang Keamanan Nasional 1947, maka Marshall harus mendapatkan waiver atau permohonan dari Kongress dan Senat agar dapat persetujuan untuk pencalonan sebagai Menteri Pertahanan. Pada akhirnya Senat AS pun menyetujui pencalonan Marshall sebagai Menteri Pertahanan, mengingat prestasi Marshall pada saat Perang Dunia kedua dan diharapkan bisa melakukan hal yang pada Perang Korea.

Namun perselisihan sengit antara militer dan sipil pun kembali terjadi pada saat Perang Korea. Pada September 1950, Pasukan koalisi Perserikatan Bangsa Bangsa di bawah komando salah satu Jenderal legendaris Amerika Serikat yang sangat terkenal karena perannya dalam mengalahkan Jepang pada Perang Dunia Kedua, yaitu Jenderal Douglas MacArthur, berhasil merebut kembali Ibukota Korea Selatan Seoul yang pada waktu itu sempat berhasil diduduki oleh Pasukan Korea Utara, pada misi pendaratan pasukan yang terkenal di Inchon atau yang dikenal sebagai “Battle of Inchon.”

Sayangnya pada tahun 1951, pertempuran di Korea sepertinya kian memanas apalagi pada Januari 1951 di mana Seoul kembali jatuh ke tangan pasukan Korea Utara atas bantuan dari pasukan Republik Rakyat Cina atau RRC. Walaupun pasukan MacArthur berhasil merebut kembali Seoul pada Maret 1951, namun sepertinya MacArthur justru ingin memperluas pertempuran di semenanjung Korea. MacArthur tidak hanya ingin memperluas penyerangan hingga Pyongyang, tetapi bahkan MacArthur juga ingin memperluas penyerangan hingga wilayah RRC. Menanggapi hal ini, Truman sangatlah tidak setuju dengan rencana MacArthur untuk memperluas penyerbuan, dikarenakan Truman khawatir jika nantinya akan menyebabkan pertempuran yang lebih besar dan bahkan dapat memicu Perang berskala Perang Dunia, akibat diperluasnya penyerbuan dan dapat melibatkan secara langsung tidak hanya dengan pasukan Korea Utara, tetapi juga dengan pasukan Uni Soviet dan RRC. Mendengar hal itu MacArthur sangatlah kecewa dengan keputusan Truman yang menolak usulannya untuk memperluas penyerbuan, bahkan MacArthur secara terang-terangan menunjukan ketidaksetujuannya dengan kebijakan Truman pada Perang Korea ini dan bahkan akan melancarkan aksinya sendiri baik disetujui atau tidak oleh Truman. Takut akan pecahnya perang yang lebih besar, Presiden Truman dan Menteri Pertahanan George Marshall pun tidak memiliki pilihan lain selain membebastugaskan MacArthur dari posisinya sebagai Komandan Pasukan koalisi Perserikatan Bangsa Bangsa di Korea.

Jenderal Douglas MacArthur ketika memimpin pendaratan Inchon | Sumber gambar: nara.getarchive.net
Jenderal Douglas MacArthur ketika memimpin pendaratan Inchon | Sumber gambar: nara.getarchive.net
Pada 11 April 1951, Jenderal Douglas MacArthur secara resmi dibebastugaskan dari posisinya sebagai komandan pasukan koalisi Perserikatan Bangsa Bangsa di Korea. Ironisnya Truman dan orang-orang dalam pemerintahan Truman yang disebut-sebut memiliki peran dalam pemecatan Jenderal MacArthur, justru mendapatkan penghinaan dan cacian besar-besaran dari khalayak luas bahkan dari kubu oposisi di Senat dan Kongress sekalipun. Hal itu disebabkan karena banyak khalayak yang percaya bahwa MacArthur lah orang yang dapat menyelesaikan masalah pada Perang Korea dan juga bisa diandalkan dalam membendung ancaman dari Komunis lebih lanjut, tanpa menyadari jika Truman telah menyelamatkan dunia dari konflik yang dapat memicu Perang Dunia Kedua. Akibatnya nilai peringkat persetujuan Truman pun merosot drastis dan Truman memutuskan untuk tidak maju lagi sebagai Presiden Amerika Serikat pada Pemilihan Presiden tahun 1952, yang mana pada akhirnya dimenangkan oleh sesama Jenderal Bintang Lima yang legendaris dan terkenal karena perannya yang pada akhirnya membawa kekalahaan Jerman pada saat Perang Dunia Kedua, yaitu Jenderal Dwight David Eisenhower, yang menjabat Presiden dari tahun 1953 hingga 1961.

President Kennedy dan KASAU Jenderal Curtis LeMay dan beberapa penasihat militernya | Sumber Gambar: catalog.archives.gov
President Kennedy dan KASAU Jenderal Curtis LeMay dan beberapa penasihat militernya | Sumber Gambar: catalog.archives.gov
Pada Oktober 1962, pesawat pengintai Angkatan Udara Amerika Serikat, Lockheed U-2 mendapatkan gambar yang menunjukan jika Uni Soviet menempatkan rudal balistik mereka di suatu daerah di Kuba yang pada saat itu berada di bawah pemerintahan Fidel Castro yang merupakan sekutu terkuat Uni Soviet di daerah Karibia. Keberadaan rudal ini sangat mengancam Amerika Serikat karena posisinya yang mengarah persis langsung menuju Amerika Serikat. Peristiwa yang dikenal sebagai “Cuban Missile Crisis” ini merupakan tanggapan dari Pemimpin Uni Soviet Nikita Khruschev karena Amerika yang menempatkan rudal Jupiter mereka di Turki. Alhasil hal ini pun membuat Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy berang dan berusaha mengambil langkah lebih lanjut agar Soviet mau menarik rudalnya dari Kuba.

Tetapi sayangnya Kennedy menolak usulan dari para petinggi militer untuk segera menyerbu Kuba. Para petinggi Militer terus mendesak agar Kennedy mengambil langkah lebih lanjut untuk segera menyerbu Kuba dan pusat instalasi rudal Uni Soviet di Kuba. Salah satunya yang terus mendesak Kennedy untuk menyerbu Kuba adalah Kepala Staff Angkatan Udara Jenderal Curtis LeMay yang mana LeMay terus mendorong agar Kennedy segera memberinya persetujuan untuk segera mengerahkan pesawat-pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat untuk mengebom instalasi rudal Soviet di Kuba. Ironisnya Kennedy terus enggan akan usulan tersebut. Seperti halnya yang dihadapi oleh Presiden Truman pada saat Perang Korea, Presiden Kennedy khawatir jika Kuba diserbu maka hal tersebut akan memicu konflik yang lebih besar. Bahkan dikhawatirkan akan memicu Perang Nuklir. Krisis semakin memanas pada 27 Oktober 1962, ketika salah satu pesawat pengintai Lockheed U-2 Angkatan Udara Amerika Serikat yang diterbangkan oleh Mayor Rudolf Anderson ditembak jatuh ketika melakukan pengintaian di atas wilayah Kuba dan akibatnya pihak Militer terus mendorong Kennedy untuk segera mengambil tindakan pembalasan dengan segera menyerbu Kuba. Sayangnya Kennedy masih enggan untuk menyerbu Kuba dan pada akhirnya Kennedy dan Khruschev setuju untuk mengambil jalan keluar dari Krisis Misil Kuba ini dengan cara yang lebih damai, yaitu baik Amerika dan Soviet setuju untuk menarik rudalnya masing-masing, Soviet menarik rudalnya dari Kuba dan Amerika menarik rudalnya dari Turki pada enam bulan setelahnya. Banyak petinggi militer terutama Jenderal Curtis LeMay yang menganggap langkah Kennedy tersebut merupakan langkah yang sangat tidak tepat dan membuat Amerika terlihat kalah dalam krisis ini.

Menteri Pertahanan Robert McNamara dan Kepala Staff Angkatan Udara Jenderal Curtis LeMay | Sumber Gambar: stripes.com
Menteri Pertahanan Robert McNamara dan Kepala Staff Angkatan Udara Jenderal Curtis LeMay | Sumber Gambar: stripes.com
Ketika konflik di Vietnam semakin memanas paca serangan terhadap Kapal Perang Amerika Serikat di Teluk Tonkin pada Agustus 1964, Presiden Amerika Serikat Lyndon Johnson pada akhirnya mengambil langkah lebih lanjut yang pada akhirnya memicu keterlibatan Amerika Serikat pada Perang Vietnam. Tetapi sayangnya langkah Johnson juga banyak dikritik oleh petinggi Militer. Seperti contoh dalam menanggapi serangan Teluk Tonkin, Presiden Johnson memutuskan untuk memulai pengeboman terhadap beberapa wilayah di Vietnam Utara dalam operasi yang dikenal sebagai “Operation Rolling Thunder” tetapi pengeboman dilakukan secara bertahap atau yang disebut “gradual pressure.” Jenderal Curtis LeMay kembali mengkritik langkah Presiden Lyndon B. Johnson yang menganggapnya tidak efektif untuk meredam ancaman dari Vietnam Utara. Jenderal LeMay bahkan terang-terangan menyebut langkah ini sebagai tidak masuk akal. Alhasil Johnson pun pada akhirnya merombak beberapa petinggi Militer dan mengganti mereka dengan orang-orang yang lebih tunduk akan kebijakan Johnson dalam Perang Vietnam.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun