Tentu lebih sulit menebak kebenarannya. Alhasil, jika pemilik rumah Tom and Jerry adalah Tuhan. Berarti kebenaran yang "maha benar" kita dapat saat pertarungan antara yang gelap dan yang terang dinyatakan berakhir oleh yang Maha kuasa alias kiamat.Â
Untuk saat ini kita cukup membenarkan keberadaan teori konspirasi tadi sesuai apa yang diyakini saja. Setidaknya jika pernah mengalami sebagai korban konspirasi barulah kita boleh mempercayai keberadaannnya. Mungkin dalam skala kecil, sadar atau tidak, kita semua pernah menjadi korban konspirasi, kok. Â Â
Katakanlah saat belanja. Harga barang di Toko "A" lebih miring dari toko "B". Â Kita beli di "A". Esoknya toko "B" banting harga. Kita lari ke "B". Lusanya saat mau borong, harga naik drastis dan "cilakanya" semua toko dari A-Z harganya mendadak sama.
Percayalah, kita sedang berhadapan dengan pihak-pihak yang melakukan "persekongkolan harga". Namun apa yang dilakukan pedagang besar tadi legal. Dari pada perang diskon mulu, mending perang untung berjamaah.Â
Logika mereka begitu. Silahkan berteriak bahwa Anda telah menjadi korban konspirasi sipil oleh para pemilik toko tadi. Atau bikin konspirasi baru untuk menurunkan harga. Sah-sah saja asalkan dilalui tanpa melanggar prosedur.Â
Sebaliknya, untuk sesuatu yang kurang jelas dan belum pernah mengalami atau menyaksikan, baiknya dipertimbangkan dulu dengan matang sebelum bergabung dengan kelompok pro atau anti-konspirasi. Â
Banyak pertimbangan yang perlu diambil sebelum mempercayai sebuah peristiwa atau sebuah keadaan itu beraroma konspirasi atau tidak. Namun kali ini saya rekomendasikan hanya dua pertimbangan saja.Â
Pertama, menimbang dengan otak orang lain yang kita anggap berwawasan luas. Â Â
Kedua, menimbang dengan otak kita sendiri.Â
Konsekuensinya jelas. Bisa jadi "seseorang" tempat Anda meminta pertimbangan tadi mengikuti jejak para pedagang kaki lima yang lazim "mengurangi takar timbangan" demi menambah keuntungan, atau boleh jadi "timbangan" Anda sendiri yang bermasalah!Â
Hehehe...