Mohon tunggu...
Erwan Mayulu
Erwan Mayulu Mohon Tunggu... Jurnalis - wartawan,editor,Trainer PKB (ketenagakerjaan)

Ayah dari tiga anak : Grace Anggreini Mayulu, M.Irvan Mayulu, Annisa Mayulu Menulis adalah gairah hidupku. Minat menulis sejak SLTP berlanjut hingga SLTA dan sempat juara lomba menulis tingkat pelajar ketika itu,1978 (SLTP ) di kota kecil, Gorontalo dan di Jember,Jawa Timur,1981 (SMEA). Cita-cita menjadi wartawan dimulai jadi kontributor di Jember di Harian Angkatan Bersenjata, Jakarta pada 1982/83 bersamaan masuk kuliah. Hijrah ke Jakarta dan jadi wartawan Harian Terbit pada 1983. Kini lebih fokus nulis soal ketenagakerjaan di media online.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tenaga Kerja Mandiri Sukses Usaha Jamur dan Kripik Jamur

24 November 2021   14:19 Diperbarui: 24 November 2021   14:24 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamur tersusun di rak (foto:bdok.bRumah Jamur Fahira)

Pada Tahun 2015 Nopan Purwadi memutuskan meninggalkan bisnis entertaiment di Jakarta dan pulang ke kampung halamanya di salah satu desa kecil di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. 

Nama desa itu adalah desa Sukahaji, Kecamatan Tegalwaru. Alasannya tak lain karena dia ingin lebih dekat dengan anak dan istri serta rasa lelah yang selalu melanda dikarenakan ia selalu pulang seminggu sekali Jakarta -- Purwakarta dengan menggunakan sepeda motor.

Bersama istrinya, Cucu Supriatin, mereka mencari usaha yang bagus dan cocok untuk dikembangkan di kampungnya. Saat itu, tengah berkembang usaha budidaya jamur. Mereka pun akhirnya memutuskan mencari peruntungan dengan membuat budidaya jamur.

Di Tahun yang sama itulah mereka memulai usaha secara mandiri. Dengan bermodalkan uang sebesar Rp 500.000  keluarga ini memulai usaha budidaya jamur. Namun langkah mereka tidak berjalan mulus. Jamur yang mereka produksi tidak bisa mencukupi permintaan pasar karena kapasitas produksinya sangat kecil.

"Modal Rp 500.000 ternyata tidak cukup untuk memproduksi jamur dalam jumlah besar", tutur Cucu Supriatin pada penulis saat ditemui di rumahnya, pekan lalu.

Nopan Purwadi dan Cucu Supriatin tidak putus asa menghadapi kenyataan ini. Mereka telah bertekad untuk mengembangkan usaha ini. Berbagai cara mereka tempuh agar usaha ini menemukan kesuksesan dari mulai membaca, uji coba, maupun bertanya kepada yang ahli dibidang ini. Hambatan dalam berbisnis soal biasa, memang jalan tidak semulus yang mereka bayangkan.

Suatu hari Suami istri ini berfikir, bagaimana kalau jamur ini diolah menjadi panganan berupa camilan. Dari sinilah muncul ide untuk mengolah jamur menjadi jamur olahan berupa kripik jamur.

Mereka pun mulai produksi kripik dari bahan jamur. Diolah sedemikian rupa, dikeringkan dan digoreng seta diberi bumbu yang menguggah selera sehingga menghasilkan cita rasa gurih dan renyah di mulut. 

Kripik jamur itu dijual dengan ukuran kecil dan dibandrol dengan harga Rp. 1000. Awal mula hanya di pasarkan di sekolah-sekolah, sebanyak 150 buah kripik jamur kemasan kecil diproduksi setiap hari dan selalu habis tidak bersisa, hal ini membuat mereka semakin bersemangat memproduksi kripik jamur.

Nopan Purwadi dan Cucu Supriatin ingin mengembangkan pemasaran kripik jamur ini.Terbesit optimisme usaha ini memiliki prospek sebagai penunjang ekonomi keluarga, namun modal dan peralatan menjadi kendala.

Seorang teman yang melihat tekad dan usaha Nopan Purwadi dan kendala tidak memiliki modal untuk mermbeli peralatan memasak yang memadai. Teman ini kemudian memberikan informasi ada keduahya untuk mencoba minta bantuan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta.

Teman ini sebelumnya telah memperoleh pelatihan wirausaha dari dinas tersebut. Kebetulan dalam waktu dekat para alumni pelatihan wirausaha binaan Disnakertrans akan mengadakan pertemuan rutin untuk membicarakan perkembangan usaha masing -- masing alumni.

Berbekal informasi ini, Nopan Purwadi dan Cucu Supriatin dengan mengendarai sepeda motor mendatangi pertemuan itu. Tanpa canggung dan percaya diri mereka nimbrung pada pertemuan itu.

Tester kripik jamur dibagikan dan dicoba pertama kali oleh Nirmala Pusvita Sari, Kepala Seksi Pengembangan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Disnakertrans, Kabupaten Purwakarta. Bersama teman-temannya mereka ikut mencicipi kripik jamur buatan mereka.

"Saya terkesan dengan semangat Pak Nopan dan Ibu Cucu untuk mengenalkan kripik jamur ini kepada kami", tutur Nirmala. Dia pun menganjurkan pada pasangan ini untuk membuat proposal tentang usahanya tersebut. Nirmala menceritakan, sebanyak tiga kali dirinya meminta agar pak Nopan memperbaiki proposal tersebut. Pak Nopan dengan telaten dan sabar berupaya melakukan perbaikan sesuai yang disarankan agar proposal tesebut dapat disetujui oleh Dinas.

Tim Verifikasi Dinas telah berpengalaman untuk menyeleksi calon penerima bantuan program Penciptaan Wirausaha Baru Tenaga Kerja Mandiri Melalui Pola Pendampingan sehingga tidak butuh waktu lama mereka memutuskan untuk memberikan salah satu bantuan dari Kementerian Ketenagakerjaan  untuk Pak Nopan dengan harapan usaha mereka semakin bekembang.

Pada Tahun 2018 Pak Nopan bersama 18 orang lainnya mendapatkan pelatihan dari Disnakertrans, Kabupaten Purwakarta. Saat itu Direktorat Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja,  Kementerian Ketenagakerjaan mengucurkan beberapa paket program Penciptaan Wirausaha Baru Tenaga Kerja Mandiri Melalui Pola Pendampingan berupa pelatihan dan bantuan sarana usaha bagi wirausaha baru.      

 Menurut Ketua          Kelompok Substan si Tenaga Kerja Mandiri Widi Wijanarko, program ini diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan sebagai solusi untuk masyarakat yang ingin berwirausaha diantaranya program Tenaga Kerja Mandiri (TKM) dimana program ini bertujuan menciptakan lapangan kerja dan membuka peluang usaha bagi masyarakat.

Widi mengemukakan, program ini diberikan kepada kelompok usaha ultra mikro dan mikro dan pelaksanaannya disesuaikan dengan potensi daerah agar memacu kreativitas masyarakat setempat demi memperbanyak kesempatan kerja. Alhasil, program ini sangat membantu, termasuk saat masa pandemi.

Pelatihan yang dilaksanakan selama 3 hari pada saat itu lebih mengedepankan tentang cara membuat kemasan produk yang baik, menarik dan layak jual, bagaimana menciptakan branding, teknik produksi makanan yang hygenis, manajemen pemasaran serta manajemen keuangan.

Selain itu juga diberikan motivasi berwiraswasta dan dinamika kelompok, Para peserta pelatihan wirausaha ini diberikan motivasi untuk menjadi pekerja mandiri, berkarya dan sejahtera. Tujuannya,para tenaga kerja mandiri (TKM) ini selain bisa mendapatkan penghasilan untuk keluarga juga bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi orang lain.

BRANDING "NGEHE"

Pelatihan kewirausahaan membuka wawasan mereka dan menjadi energi positif bagi keluarga ini memulai usaha kripik jamurnya dengan pola baru.

Selepas pelatihan, pasangan ini mendirikan lembaga sebagai payung usahanya yaitu Rumah Jamur Fahira dengan kegiatan utama pembibitan jamur dan memproduksi kripik jamur.

Bantuan sarana usaha dari Disnakertrans berupa kompor pangang, kompor semawar, spinner, penggorengan ukuran jumbo, chest freeze, vacum sealer, containerdan lain - lain membuat kapasitas produksi perhari dapat ditingkatkan berkali-kali lipat. Disamping itu, kemasan plastik putih yang digunakan selama ini diganti dengan kemasan yang lebih besar, menarik dan diberi logo. Harganyapun dibandrol menjadi Rp. 15.000,-. dan dilabeli nama; NGEHE.

"Itu singkatan dari Ngenah (Bahasa Sunda) artinya enak dan hemat", tutur Cucu sambil tertawa. Branding ini ternyata cepat tertanam dalam benak konsumen sehingga penjualan semakin meningkat. Tampilan produk kripik naik kelas, target market pun diperluas, merambah ke masyarakat umum dan kalangan menengah. Inovasi produk berupa kripik dari jamur, ditunjang dengan kemasan menarik dan nama yang terkesan popular membuat kripik jamur tesebut mudah diterima pasar.

"Alhamdulillah kalangan menengah atas menerima Kripik Ngehe. penjualannyapun cukup bagus", ungkap Cucu sambil sumringah. Saat ini Keripik Jamur Ngehe sudah berada di toko pusat oleh-oleh seperti Galery Menong, Imaku Cake hingga ke toko--toko di reast area di jalan tol Jakarta -- Bandung.

Seiring permintaan pasar yang meningkat, rumah Jamur Fahira juga dipindah ke pekarangan yang lebih luas. Tadinya, produksi dilakukan di halaman rumah mereka. Namun seiring waktu dengan naiknya volume penjualan kripik, otomatis produksi jamur harus ikut naik sehingga memerlukan area yang lebih luas. Budidaya jamur hanya untuk memenuhi kebutuhan produksi kripik. Omzet penjualan per bulan menyentuh angka Rp 30 juta.

BANGKIT DARI PANDEMI

Ditengah menikmati naik daunnya penjualan kripik jamur Ngehe, tiba-tiba muncul pandemi covid-19 di penghujung tahun 2019 dan awal 2020. Toko-toko meminta mereka menarik kripik Ngehe dari etalase tokonya. Pandemi sempat membuat usaha nyaris tutup. Selama 3 bulan praktis mereka tidak berproduksi.

Namun ibarat pepatah, tiada perjuangan tanpa batu sandungan. Tiada masalah tanpa adanya solusi. Ditengah kelesuan usaha itu, Nopan dan Cucu tidak tinggal diam. Nopan malah rajin bertandang ke komunitas para pembudidaya jamur. Dan, dari silaturahmi ini Solusi datang.

Dari komunitas ini diperoleh informasi, permintaan jamur tiram naik saat pandemi. Nopan pun mulai meningkatkan produksi budidaya jamur tiram. 

Awalnya hanya sebagai usaha penunjang untuk mencukupi kebutuhan produksi kripik, namun kini menjadi usaha utama. Lama-kelamaan dia tidak hanya menjual jamur tiram namun juga menjual baglog yang merupakan wadah tanam tempat meletakan bibit jamur dan dapat diartikan sebagai kantong serbuk kayu yang berbentuk silinder, dengan komposisi baglog terdiri dari serbuk gergaji, dedak, kapur, pupuk, terigu dan tapioca.

Saat pandemi itu mereka bisa memproduksi 30 kg per hari. Sementara permintaan pasar di Purwakarta saja sebanyak 100 kg per hari dan dari Jakarta 150 kg per hari.

"Permintaan itu tidak bisa dipenuhi, Kebutuhan lokal saja tidak bisa dipenuhi", tutur Cucu.

Naiknya permintaan jamur memaksa Nopan dan Cucu memperbesar kapasitas baglog dari hanya 300 baglog naik menjadi 1000 log, Kini menjadi 10.000 log.Juga diperbesar bangunan kumbung.

Kini, Rumah Jamur Fahira memproduksi jamur dengan Teknik organik,hingga bisa memproduksi jamur tiap hari. Untuk memenuhi pasar ke Jakarta mereka memerlukan tempat untuk memperoduksi log agar kapasitasnya makin banyak.

Selain produksi sendiri, mereka juga bekerjasama dengan petani pembudidaya jamur dan menampung hasilnya untuk dijual ke pasar.

Kini, Rumah Jamur Fahira telah mempekerjakan 26 orang yang umumnya perempuan. Cucu memberi kebebasan waktu kerja pada pekerjanya. Jika mereka ada pekerjaan lain di rumah atau di sawah, mereka bisa melakukan pekerjaan di Rumah Jamur Fahira setelah pekerjaan mereka di rumah atau di sawah telah selesai.

Disyukurinya, usaha yang dirintis dengan modal hanya Rp 500,000,- itu kini bisa memperjkanan banyak orang di lingkungannya.Dan, pada umumnya orang mengalami kesulitan ekonomi sebagai dampak pandemic Covid-19. Masayarakat sekitarnya tetap bepenghasilan melalui usaha jamur.

"Usaha pembudidayaan jamur dengan teknih organik sangat menguntungkan. Selain permintaan pasar besar, juga harga relative stabil. Sistem pembayarannya tunai. Sehingga tiap hari bisa pegang uang",ujar Cucu sambal tersenyum

.Bagi Nopan dan Cucu, pandemi Covid-19 disatu sisi sempat membuat terpuruk usaha kripiknya, namun hikmah besarnya naiknya permintaan jamur.

Produksi kripik jamur Ngehe, menurut Cucu Supriatin kini mulai bangkit lagi bahkan dengan system penjualan secara online di marketplace. Gurihnya jamur, gurih hasinya. ( Erwan Mayulu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun