Mohon tunggu...
Irfaan Sanoesi
Irfaan Sanoesi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar seumur hidup

Senang corat-coret siapa tahu nama jadi awet

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggugat Dalil-dalil Jihad di Majalah ISIS Al-Fatihin

4 Juni 2018   13:28 Diperbarui: 4 Juni 2018   13:53 1975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayat tersebut turun di Madinah, yang isinya memerintahkan kepada Nabi dan para sahabat, supaya memerangi orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin, dan melarang mereka yang tidak memerangi mereka. Maka dalam ayat itu ada perintah walta'tad (Jangan kalian berlebihan dalam memerangi). Maksudnya, jangan memerangi  mereka  yang  tidak  memerangi,  termasuk  para perempuan  dan  anak-anak. Jadi,  pengertian  memerangi  orang musyrik, bukan berarti memerangi setiap orang yang berbuat syirik, lalu ia boleh kita bunuh atas dasar ayat  Q.S . at- Taubah/9: 36 tersebut. Pemahaman tentang konsep perang dalam perspektif Al-Qur'an juga akan lebih akurat manakala kita mencermati redaksi ayat yang pertama mengizinkan perang, yaitu;

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu 40. (yaitu) orang -orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah -rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong  orang  yang  menolong  (agama) -Nya.  Sesungguhnya  Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa. (Q.S. al-ajj/22: 39)

Ayat tersebut yang pertama kali turun tentang izin berperang, yang ketika itu konteksnya kaum muslim dizalimi oleh kaum musyrik Mekah. Terjadi agresi dan pengusiran terhadap kaum muslim. Nabi pun sebenarnya tidak mau berperang, namun karena ada izin, baru "terpaksa" beliau berperang. 

Jadi, karakter dasar Islam adalah damai, kalaupun harus ada perang, itu lebih disebabkan karena mempertahankan diri, sebab umat Islam dizalimi. Jadi, sebenarnya pesan moral dari ayat tersebut, bukan perintah perang itu sendiri, melainkan bagaimana menghapuskan praktik kezaliman (penindasan), menegakkan kebebasan beragama, dan membangun perdamaian. Perang bukanlah tujuan itu sendiri, sebab tujuannya adalah perdamaian itu sendiri. Sehingga ketika ada jalan lain untuk menciptakan perdamian tanpa peperangan, maka kita tetap harus menempuh jalan perdamaian.

Celakanya, mereka yang suka melakukan kekerasan, cenderung memahami situasi sekarang sebagai situasi perang, sehingga pesan Al-Qur'an tentang perdamaian peaceful Islam, justru tereliminasi. Akibatnya, muncul aksi-aksi pengeboman di tempat-tempat gereja, diskotik dan hotel. Ayat-ayat yang berkaitan dengan perdamaian itulah harus menjadi tujuan utama untuk menebar nilai-nilai Islam damai. 

Jika dulu jihad banyak dilakukan dengan cara mengangkat senjata, maka sepatutnya jihad sekarang justru dilakukan untuk melawan kemiskinan, kebodohan, korupsi dan berbagai tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Bagaimanapun jihad sangat penting untuk meningggikan kalimah Allah, dalam rangka menegakkan keadilan dan perdamaian demi menjujung nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.

Ayat kedua

"Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian dalam "Islam" secara keseluruhan dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan syaitan, sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian." (Q.S. al-Baqarah/2: 208)

Ayat tersebut sering dijadikan justifikasi untuk menerapkan sistem Islam secara "formal" yang harus diterapkan secara totalitas dalam setiap kehidupan umat Islam. Maka lalu muncul teori al-Islm dn wa daulah, Islam adalah agama dan negara. Tafsir seperti itu dapat berimplikasi kepada penolakan hukum-hukum produk manusia, atau sistem negara yang dianggap tidak berdasarkan Islam, bahkan negara yang seperti itu dianggap sebagai negara tgt, yang harus dilawan. 

Mereka memperkuat dengan ayat, wa man lam yahkum bi m anzala Allh fa ul'ika hum al-kfirn (al-M'idah/5: 44), yang arti harfiahnya, "Barangsiapa menetapkan hukum atau memerintah dengan selain yang diturunkan Allah, maka mereka adalah kafir." Padahal ayat itu konteksnya adalah mengkritik ketika orang-orang Yahudi yang tidak menerapkan hukum yang ada di kitab Taurat. Sebagai implikasinya golongan Islam radikal juga mengkritik sistem demokrasi, dan memandangnya sebagai jahiliyah modern dan bahkan kekafiran baru yang harus dilawan.

Di sinilah hemat penulis, Islam moderat yang berbasis pada nilai rahmtan li al-'lamn menemukan relevansinya untuk konteks keindonesiaan. Menjadi seorang muslim yang baik, tidak harus anti nasionalisme, anti pancasila dan anti NKRI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun