Atas saran pak Ud, kami kemudian menuju kediaman bapak di bawah gerimis hujan yang mulai turun ketika senja juga tidak menampakkan merahnya.
Jalan juga mulai basah, dan percikan roda motor yang aku kendarai bisa dirasakan oleh dua ekor bebek yang tengah melintas. Kami kemudian tiba dan menjumpai bapak sedang melinting tembako di teras rumah.
Bapak tampak terkejut tatkala melihat kedatangan kami. Lintingan tembakau tiba-tiba ia hempaskan, dan berkata tegas.
"Kenapa kembali lagi. Tadi sudah saya katakan temui anak saya saja!"
Aku dan pak ud takkalah terkejut seraya mendekat bapak dan menenangkannya. Sekian menit kemudian setelah mendengar saya menyebutkan nama, juga pak Ud, baru bapak mau duduk kembali, dan memulai melinting tembakau yang akan dihisapnya.
Kami biarkan sejenak sembari menunggu lintingan tembakau yang sudah jadi. Usai itu ia hisap dalam-dalam seperti tidak lagi mempedulikan kehadiran kami di hadapannya.
Aku bertanya pada bapak sejak kapan ia sendiri di rumah setelah beberapa waktu lalu aku mengunjunginya. Sekaligus menanyakan istri bapak yang sudah dinikahi 10 tahun berjalan, dan sebagai ibu tiriku ini.
 "Ibu ada di mana sekarang?"
Namun bapak tidak mengingatnya lagi juga sudah berapa lama istrinya pergi. Yang ia ketahui dan ingat, istrinya pergi untuk menemui anaknya di kota lain.
Pak Ud hanya tertunduk diam mendengarkan penuturan bapak . Tampaknya ia merasa bersalah juga tidak memperhatikan bapak beberapa waktu ini.
Aku hanya menduga pak Ud merasa kesal dengan bapak hingga tak lagi singgah. Semua itu akibat kesalahpahaman soal pernah ia mengingatkan bapak mengenai kerugian hasil penjualan ikan, dan ayam. Di mana ketika itu bapak tidak mau mendengarkannya, malah justru mengabaikan dan membentaknya.