Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Rumah Tiga Lantai

12 Desember 2022   19:53 Diperbarui: 15 Desember 2022   00:15 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi jendela rumah. (sumber: pixabay.com/Gaertringen)

Rumah itu besar dan luas. Pagar besi menjulang tinggi di sekelilingnya. Dari kejauhan tampak sebagai rumah modern satu-satunya di pemukiman itu yang  paling megah. Jarak antarrumah di pemukiman ini saling berjauhan. Tidak kurang dari 100 meter hingga 150 meter.

Di rumah itu tidak ada seorang petugas keamanan yang menjaga sebagaimana lazimnya. Hanya keluarga itu saja yang tinggal.

Di dalam rumah itu ada tiga keluarga. Satu sama lain sebagai kakak dan adik, dan satu lagi adik angkat. Rupanya dari kabar yang tersiar, rumah megah itu sebagai harta warisan dari orang tua untuk ketiga anaknya.

 Rumah luas nan megah itu terdiri atas tiga lantai. Lantai teratas atau lantai tiga dihuni oleh kakak perempuan yang paling tua, beserta suami dan dua anaknya. 

Lantai kedua ditempati adiknya, seorang lelaki dengan istri dan tiga anaknya, sementara di lantai tiga, seorang perempuan sebagai adik tirinya dari adopsi,yang menempati bersama dua anak, dan suaminya.

Di rumah itu hanya ada satu pembantu rumah tangga yang biasa membantu memasak, dan menyediakan makanan untuk sarapan, maupun makan malam. Satu lagi seorang pemotong rumput yang tidak menetap di rumah itu.

Untuk menuju ke lantai tiga dari muka pagar ada jalan tersendiri. Dari jalan lorong ini disiapkan lift, bukan tangga biasa. Hanya penghuni ini saja yang bisa menggunakan lift, dan sesekali pembantu. Kedua adiknya tidak bisa menggunakan akses tersebut. 

Sementara untuk penghuni di lantai dua hanya menggunakan bangunan tangga biasa yang juga tidak bisa digunakan oleh adik angkatnya di lantai terbawah.

Mereka semua menempati rumah itu dengan rukun dan damai. Sebab soal pembagian harta warisan sudah dibagi sesuai dengan kehendak mendiang orang tua mereka. 

Semua merasa tercukupi dengan apa yang sudah diterimanya ini. Sebab harta warisan itu tidak cuma rumah ini saja tetapi juga harta lainnya yang juga telah mereka terima.

Mereka juga tidak ada yang melakukan pekerjaan sebagaimana orang biasa lakukan. Anak mereka juga tidak ada yang duduk di bangku sekolah sebagaimana anak-anak biasa. 

Pendek kata mereka sudah tercukupi untuk kebutuhan sehari-hari, entah sampai kapan. Bahkan untuk memberi upah pada kedua pembantunya disesuaikan menurut di mana mereka menghuni. 

Satu sama lain diberikan upah berbeda oleh majikannya. Namun keduanya merasa terpenuhi juga.

Mereka juga tidak memiliki kendaraan sebagai alat transportasi atau sekadar untuk rekreasi. Mereka hanya menggunakan alat transportasi umum bila hendak bepergian.

Tidak ada yang aneh dari kehidupan mereka dan semua berjalan seperti biasa. Tetangga di pemukiman itu juga mengetahui bahwa mereka satu keluarga besar yang menempati rumah ini bersama mendiang orang tuanya sejak sebelum tetangga berdatangan di pemukiman ini.

Namun demikian jalannya kehidupan keluarga ini mulai terusik sejak seorang pembantu rumah tangga yang menjadi teman pembantu perempuan di rumah megah ini yang melihat tumpukan sampah di pojok halaman dipenuhi lalat, dan bau busuk yang menyebar.

Katanya dari luar pagar pada teman pembantu di rumah megah itu seraya mencari tahu. "Itu tumpukan apa. Baunya busuk sekali, dan penuh dengan lalat?"

"O itu sampah biasa, dan bau busuk itu dari bangkai tikus,"jawabnya enteng.

Sementara seorang pemotong rumput mendengarkan pembicaraan itu dengan tatapan mata yang tajam pada perempuan pembantu yang ada di luar pagar.

"Kenapa tidak segera dibuang dan diangkut petugas sampah?"

"Masih ada yang belum dikumpulkan sampahnya. Nanti sekalian akan dibuang,"balasnya lagi tenang.

"Tapi bau busuk itu akan mengganggu lama kelamaan."

"Ya, satu atau dua hari akan bersih kembali. Tinggal tunggu satu atau dua hari ini. Besok atau lusa akan seperti biasa."

Keduanya bercakap ringan, lalu rasa penasaran dari pembantu rumah lain itu pun tidak diteruskan. Hanya ketika berbincang ringan ia hanya menutup hidungnya dengan sapu tangan. 

Tapi anehnya pembantu di rumah megah itu biasa saja. Seolah sudah terbiasa dengan bau busuk yang bukan main itu.

Ia pun tidak mau lama-lama ada di sekitar rumah ini, lalu pamit untuk kembali ke rumah majikannya yang berjarak sekitar seratus meter. 

Ia sebenarnya sengaja mampir untuk memastikan setelah tiga kali melewati rumah ini untuk menuju dan kembali dari swalayan, selalu mengendus bau busuk bila melewatinya.

Sepeninggalnya, seorang lelaki pemotong rumput mendekati rekan perempuan pembantunya. Dia bilang jika perempuan itu mendekat dan datang kembali ke sini dimintanya untuk masuk.

"Jika dia datang lagi ke sini, bujuk dan suruh dia masuk. Kalau perlu dipaksa dengan keras."

"Baik, nanti saya ajak dia masuk."

Sementara itu dari balik kaca jendela semua penghuni melihat secara bersamaan kedua pembantunya itu sedang merencanakan sesuatu yang sudah tentu diketahui oleh mereka. 

Apalagi kalau bukan kebutuhan protein yang selama ini mereka telah penuhi dari kedua orang pembantunya itu.

***

Dua minggu sejak singgahnya di rumah megah itu, perempuan pembantu ini menyaksikan peristiwa hilangnya secara misterius beberapa orang yang ditayangkan berita televisi.

Dan di saluran televisi lain kala ia menukarnya, ia juga melihat rumah megah itu telah dikepung oleh pihak kepolisian setempat. Sementara orang-orang tampak ditayangkan sedang turut menyaksikan situasi tersebut dengan tegang.

"Jadi bau busuk itu...," tanyanya dalam hati penuh curiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun