Ia heran. Bukankah sering dilihatnya ketika ia datangi mesjid pada hari jumat, pakaian dalam bisa terjual?
Sedang bertanya-tanya itu, ia didatangi oleh seorang tua berjenggot, dan kopiah putih. Ia memberi salam, dan dijawab Suleman senang.
"Apa ada yang diminati buya?Ini barang import asli dari negeri saya?"
"Saya berminat ini, tadi istri, anak, dan cucu saya WA, titip pakaian dalam?"
Sulamen kemudian mengupas plastik dan memperlihatkan pakaian dalam itu pada calon pembeli ini. Tapi pas dilihatnya, orang tua ini hanya tersenyum, dan menggelengkan kepala.
"Atau warnanya kurang jreng, atau karetnya terlalu ketat?"
"Bukan, bukan itu. Ini ukurannya kelewatan. Besar sekali. Maaf ya,"kata orang tua ini seraya berlalu.
 Sadar barang yang dijualnya itu ukurannya terlalu besar, maka Suleman cepat merapikan kembali dagangannya. Seiring pengurus mesjid mengumumkan pula agar pedagang segera bubar.
Ia pun meninggalkan emperan mesjid dengan rasa kecewa.
 Dua hari Suleman kelimpungan. Sisa waktu tinggal delapan hari. Tapi beruntung ia punya teman di kampung sini. Kata kawannya ini, ia sedang butuh juga pakaian dalam produk lokal untuk diekspor ke Bombay. Â
Suleman tidak perlu menjelaskan lagi barang ini asli negerinya. Karena ia sedang butuh uang, kuatir batal. Â Maka, singkat kata barang tiga karung milik Suleman dibelinya tunai. Jual putus, tidak kredit.