Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sembunyi-sembunyi

11 September 2022   09:01 Diperbarui: 12 September 2022   17:16 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara kicau burung mengeluarkan nada sendu. Dari puluhan sangkar yang membelenggu di teras halaman rumah itu. Nyonya rumah memandang kosong. Termangu sendiri tiada yang menemani.

Di sudut halaman, mbak Yum, sedang menyapu usai memasak, dan mencuci. Ia trengginas, masih muda, dan bertenaga. Pak Min, kerap dipergoki nyonya sedang menggoda mbak Yum yang pura-pura marah kala digoda.

Mbak Yum menampakkan wajah tidak suka. Tapi rasanya pak Min tahu dari sudut mata mbak Yum yang sudah bisa ditebak.  Mbak Yum sangat menyukai kata-kata yang keluar dari mulutnya pak Min. Nyonya punya feeling demikian.

Sementara Pak Min, rutin, dan telaten mengurus burung-burung piaraan tuan rumah. Ia menurunkan sangkar itu sembari mulutnya bersiul mengulangi riuh kicauan yang didengar nyonya itu.

Senyum nyonya tertahan mendengarnya. Ia senang melihat tingkah pak Min. Tidak berapa lama, ia dongakan kepala mendengar deru kendaraan yang berhenti di dekat muka pagar, berharap suaminya yang datang.

Tapi rupanya bukan. Anak muda tetangga yang pemabuk itu baru sampai di rumah orang tuanya setelah semalaman dugem.

Sementara ia jadi ingat dua anaknya di negeri orang. Studi di luar negeri. Perempuan pula. Yang bisa dihitung oleh jari bila dihubungi. Bahkan taksekalipun mau balik menghubungi. Tatkala dihubungipun macam alasan yang dikemukakan. Sibuk, dan sedang membuat tugas.

Ia menghela nafas. Dalam dan berat. Tiga hari ini suami tidak juga kembali. Padahal alasan cuma dua hari untuk dinas ke luar kota. Juga tiada satu kalimatpun yang setidaknya bisa mengabarkan. Dari suami untuk dirinya.

Tapi tidak sama sekali terjadi. Walau pernah dicoba satu kali, dua kali, bahkan tiga kali ia hubungi tidak pernah diangkatnya.

Kendatipun ada di dekatnya selama ini  ia tiada lagi pernah disentuh oleh rayuan, atau bahkan belaian.  Usia nyonya masih muda, baru 52 tahun, sementara tuan 60 tahun.

 "Dianggap apa aku ini?"bathinnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun