Suara kicau burung mengeluarkan nada sendu. Dari puluhan sangkar yang membelenggu di teras halaman rumah itu. Nyonya rumah memandang kosong. Termangu sendiri tiada yang menemani.
Di sudut halaman, mbak Yum, sedang menyapu usai memasak, dan mencuci. Ia trengginas, masih muda, dan bertenaga. Pak Min, kerap dipergoki nyonya sedang menggoda mbak Yum yang pura-pura marah kala digoda.
Mbak Yum menampakkan wajah tidak suka. Tapi rasanya pak Min tahu dari sudut mata mbak Yum yang sudah bisa ditebak. Â Mbak Yum sangat menyukai kata-kata yang keluar dari mulutnya pak Min. Nyonya punya feeling demikian.
Sementara Pak Min, rutin, dan telaten mengurus burung-burung piaraan tuan rumah. Ia menurunkan sangkar itu sembari mulutnya bersiul mengulangi riuh kicauan yang didengar nyonya itu.
Senyum nyonya tertahan mendengarnya. Ia senang melihat tingkah pak Min. Tidak berapa lama, ia dongakan kepala mendengar deru kendaraan yang berhenti di dekat muka pagar, berharap suaminya yang datang.
Tapi rupanya bukan. Anak muda tetangga yang pemabuk itu baru sampai di rumah orang tuanya setelah semalaman dugem.
Sementara ia jadi ingat dua anaknya di negeri orang. Studi di luar negeri. Perempuan pula. Yang bisa dihitung oleh jari bila dihubungi. Bahkan taksekalipun mau balik menghubungi. Tatkala dihubungipun macam alasan yang dikemukakan. Sibuk, dan sedang membuat tugas.
Ia menghela nafas. Dalam dan berat. Tiga hari ini suami tidak juga kembali. Padahal alasan cuma dua hari untuk dinas ke luar kota. Juga tiada satu kalimatpun yang setidaknya bisa mengabarkan. Dari suami untuk dirinya.
Tapi tidak sama sekali terjadi. Walau pernah dicoba satu kali, dua kali, bahkan tiga kali ia hubungi tidak pernah diangkatnya.
Kendatipun ada di dekatnya selama ini  ia tiada lagi pernah disentuh oleh rayuan, atau bahkan belaian.  Usia nyonya masih muda, baru 52 tahun, sementara tuan 60 tahun.
 "Dianggap apa aku ini?"bathinnya.
Walau begitu ia tetap bertahan untuk menjaga kelangsungan perkawinannya ini. Tidak ada alasan untuk terlalu memikirkan suami yang kerja, dan berprasangka buruk. Nyonya selalu mendoakan demi anak-anak juga.
Makanya semua dijalani sebagaimana kata hati. Kadang hati kecilnya sempat berbisik, pak Min bujangan, dan tidak terlalu tua, dan sebaya pula dengan dirinya. Di saat sepi seperti sekarang ini mungkin saja pak Min bisa disiasati.
Tapi tidak. Ia tidak  akan mengkhianati suaminya. Perasaannya akan dihantui rasa bersalah kelak bila hal demikian dilakukan.  Lagi pula pak Min hanya suka dengan burung-burung. Tingkahnya kepada mbak Yum untuk mendustaiku semata.
"Aku tahu, pak Min diam-diam telah lama jadi burung piaraan suamiku."
***
Tengah malam datang merambat pelan. Suara burung tidak lagi berkicau. Gerimis mulai menyirami pemukiman. Suara percikan air terdengar dari genteng, dan talang memecah kesunyian. Pak Min sudah mendengkur. Nyonya sedang memainkan gawainya.Â
Tidak lama mbak Yum menyelinap masuk. Nyonya menyambut pelukannya tanpa ragu. Mereka bertukar informasi, dan saling menghangatkan diri.
Di luar hujan semakin deras. Diiringi bunyi, dan nyala petir yang saling bersahutan. Sementara di kamar terdengar suara rintih tertahan dari keduanya. Secara diam-diam gerakan saling sembunyi dilakukan di antara mereka  di rumah itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H