Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suatu Ketika di Senin Pagi

23 Agustus 2022   20:32 Diperbarui: 23 Agustus 2022   20:35 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Tidak ada support. Nanti kalau sudah masuk final mungkin ada kebijakan dari kepala sekolah,"tegasnya.

Aku dan kau terbahak dengan gagalnya rencana ini. Kemudian mau tidak mau, eksekusi rencana kedua di mulai. Kau, dan aku bersama menyisir bagian belakang sekolah yang sekiranya bisa untuk diloncati besama.

Setelah wara wiri beberapa saat di area belakang sekolah mencari posisi yang strategis, dan mudah untuk lolos, maka ditemui lokasi itu. Persis dekat dengan mukimnya penjaga sekolah. Di situ tidak kurang ada rongsok empat meja belajar yang rusak, dengan bangkunya. Lalu ditata kemudian oleh kami meja itu secara sembarangan agar aku bisa leluasa, dan santai melewati tembok ini.

Secara perlahan aku naiki meja, dan kursi. Tapi setelah aku ada di atas bibir tembok, tampak pijakan di bawahnya hanya sekitar 20 cm. Aku tidak percaya diri bisa berpijak di situ, dan bathinku bilang perlu disangga untuk turun perlahan dengan menggelantung. Aku bilang kemudian begitu, dan kaupun menyetujui untuk lebih dulu lewati pagar tembok. Dan, berhasil.

Aku senang, ketika kau teriak sudah ada di balik tembok sekolah. Kini giliranku. Aku pun menyusul perlahan. Karena tinggi badan kau yang 175cm, maka mudah untuk bisa berpijak di situ, dan waktu menggelantung untuk turun tidak ragu lagi.

Pas saat aku lewati pagar, tidak langsung turun seketika, namun minta bantuan kau untuk ditahan supaya perlahan turunnya. Setelah merasa cocok bahwa kausudah siap dengan menahanku, baru aku turun. Tidak kurang ada 30 detik, aku menggelantung di tembok pagar itu, dan saat aku bilang siap ditahan, justru kautidak kuat untuk menahanku.

Kemudian,"byurrr!!"

Kami berdua seperti ikan lele berada di kali hitam selebar tiga meter, yang baunya minta ampun. Air kali itu setinggi dadaku, dan seperut badanmu. Pakaian sekolah jadi berwarna. Tas sekolah, dan isinya tidak karuan. Pendek kata sekujur tubuh hitam, dan bau. Tidak ada kau, dan aku saling menyalahkan. Hanya tertawa terbahak-bahak melihat hasil rencana bolos ini.

Kau, dan aku kemudian naik dari kali hitam itu perlahan. Sepanjang jalan yang dilalui kami berupaya mencari pemandian umum di pemukiman warga. Banyak yang melihat, dan bertanya,"kalian kenapa?"

Kami bilang, "sedang bercanda di pinggir kali, tapi terpeleset, dan jatuh."

Beruntung ada seorang ibu ketika kami memasuki gank di jalan pemukiman yang memanggil dari kediamannya. "Lha, itu kalian kenapa, nak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun