Sembari tersenyum pula ia kadang merindukan juga untuk bisa bertemu teman-teman SDnya dulu. Apa mereka sekarang sudah menjadi apa yang mereka cita-citakan dulu?
Sayang, kerinduannya itu pupus. Sebab sekolah swasta yang dulu pernah ia belajar tinggal cerita saja. Sekolah itu sudah tidak ada, dan tidak ada lagi jejaknya. Katanya pernah hangus terbakar, katanya lagi sudah tidak ada muridnya, katanya lagi dijual oleh anak dari pengurus yayasan sekolah itu, banyak katanya lagi semacam itu.
Tapi Zaid masih beruntung menikmati masa di sekolah dasar ketimbang zaman almarhum kakeknya, dan orang tuanya yang hidup di masa perang kemerdekaan dulu yang masih buta huruf sampai sekarang.
Sedang asik menerawang masa sekolahnya, Zaid dikejutkan oleh tetangganya yang tergopoh meminta bantuan padanya untuk segera di antar dengan bajajnya. Tanpa banyak bicara Zaid segera meluncur memenuhi kemauan tetangganya ini.
Sepanjang perjalanan Ia tetap fokus, dan konsentrasi mengendalikan laju bajajnya.
***
Sepanjang jalan ini pula, Zaid siaga penuh. Bajajnya dikendalikan dengan cermat, dan sigap. Jika ada polisi tidur, ia pelankan lajunya. Karena bendera kecil merah putih berkibar di dekat kaca spionnya membuatnya jadi lebih siap dan waspada.
Untuk menghilangkan rasa gugupnya, ia juga spontan  menyanyikan lagu Syukur, "Dari yakin kuteguh, hati ikhlas kupenuh... ."
Tanpa Zaid sangka, tetangga yang jadi penumpangnya ini juga turut meneruskan lagu itu,".. akan karuniamu.. ."
Makin mantap bathin Zaid untuk segera meluncur pasti bajajnya ke tujuan. Namun pada jarak tertentu, ia terhalang oleh kerumunan massa yang berkumpul di jalan. Banyak kendaraan yang tersendat, bahkan diminta untuk putar balik.
Rupanya ada demonstrasi. Entah demonstrasi tentang apa. Entah juga mahasiswa atau bukan, tapi mereka semua seragam, dan banyak pula yang mengibar-ngibarkan bendera merah putih.