Peristiwa tersebut tentu saja tidak lepas dari kemajuan produk ilmu pengetahuan, di mana ilmu pengetahuan ini juga adalah bagian dari filsafat yang disalahgunakan pemanfaatannya, termasuk filsafat hukum. Â Hukum itu bukan hanya tatanan determinatif yang sengaja dibuat tetapi perlu dilakukan terobosan-terobosan untuk mencapai tujuan hukum yang lebih tinggi.
Di Indonesia, hukum oleh beberapa kalangan dianggap sebagai virus yang membuat masyarakat berupaya sekuat tenaga untuk menghindar. Hal itu sejalan dengan pemikiran penulsi buku ini, yang menilai bila terbitnya suatu peraturan baru, pasti bukan kabar gembira yang diterima sukacita oleh masyarakat.Â
Di balik itu pembentuknya juga tampak tidak antusias, dan jika digugat malah selalu berkilah, dengan kata-kata, "ketentuan semacam itu terpaksa dibuat." Padahal jika mau mengoreksi diri, jelas tidak pernah ada inspirasi dalam aksi terpaksa.
Jadi keliru besar bila pemimpin negara berharap rakyat akan lekas bergerak asal peraturan dibuat. Sebab bukan apa-apa, tindakan sadar itu butuh alasan, bukan sekadar rangkaian perintah dan pembatasan.
Karl Reiner seorang filosof, menyebut agar hukum itu dibiarkan mencari dan menemukan jalannya sendiri secara progresif. Artinya di saat peraturan perundang-undangan tidak mengakomodir secara yuridis kepentingan masyarakat, maka hukum sebagai suatu cerminan sosiologis masyarakat akan mencari dan menemukan jalannya sendiri. Dengan kata lain bahwa hukum itu adalah untuk manusia bukan manusia untuk hukum.
Dari yang diuraikan itu, paling tidak dalam buku ini menjelaskan mengenai hakekat hukum itu di mana hukum itu mesti mampu merangkul, baik peraturan maupun kenyataan, dan kebutuhan sosial sebagai dua hal yang harus dipertimbangkan secara matang dalam setiap pengambilan keputusan.Â
Dengan maksud yang sama, hukum itu bukan hanya bersifat rule of making (membuat dan menjalankan), tetapi juga sebagai rule breaking (menerobos aturan). Hukum harus membebaskan dan progresif, serta sanggup keluar dari kungkungan atau belenggu cara berhukum yang sudah dianggap baku dan mapan. Namun tentu saja hal itu dilakukan dengan cara tidak menerjang secara membabi buta.
Di samping tentu saja tujuan hukum itu sendiri, yang hendak memastikan adanya ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi adanya masyarakat yang teratur. Juga tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai semua ini (ketertiban dan keadilan) perlu diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat. Karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikanTuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum.
Jadi sebagai orang awam sekalipun sebenarnya tidaklah sulit untuk memahami dimensi tentang persoalan hukum secara teoritis. Tapi soal prakteknya, ini perkara lain. Setidaknya dengan membaca buku ini, bisa menambah wawasan supaya hidup jadi tertib dan teratur. Bukankah negeri Indonesia ini, Rechstaat, dan bukannya Machstaat. Tabik.Â
Identitas Buku:
Judul   : Pengantar Filsafat Hukum (e book)