Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Resensi Buku: Pengantar Filsafat Hukum

9 Agustus 2022   19:47 Diperbarui: 9 Agustus 2022   21:16 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Sambil menyelam minum air. Sembari baca tulisan Kompasianer, kadang diselingi juga baca buku-buku ebook tentang macam-macam tema. 

Dari situ kemudian, selama dua minggu dengan santuy, membaca buku mengenai Filsafat, yakni Filsafat Hukum sebuah pengantar. Karena ini suatu pengantar yang sifatnya coba-coba untuk kenal tentang filsafat, maka dilalahnya menarik. Sebab tidak njelimet, dan bisa membaca sambil ngupi, dan udud.

Memang mesti diakui buku tentang filsafat secara umum bila dibaca acap kali ada kerutan dikening untuk memahaminya. Kadang satu paragrap saja bisa dibolak-balik untuk dibaca, dan dipahami. 

Tapi sebagai suatu pengantar, buku filsafat karangan Dr. H. Muhammad Rakhmat, SH, MH, yang mengupas tentang filsafat hukum agak enteng untuk dicerna. Boleh jadi pengarang buku ini, menempatkan pembaca pada posisi pemula yang selanjutnya menjadi pintu masuk untuk memahami filsafat hukum di level intermediate, bahkan advance.

Buku yang halamannya ringkas (67 halaman) ini memuat daftar isi yang berjumlah tujuh bab dengan sub bab masing-masing di tiap babnya. Yakni, pada bab pertama hingga kedua mengenalkan tentang filsafat sebagai pengetahuan secara umum, dan juga mengenai filsafat hukum. 

Selanjutnya bab tiga, secara khusus mengupas mengenai hukum dan teori hukum, serta beberapa aliran filsafat hukum. Kemudian di bab empat mengkaji permasalahan dalam filsafat hukum, mulai dari konsep keadilan dan hukum, sampai supremasi hukum, kedaulatan rakyat juga hak azasi manusia.

Sementara dari bab lima hingga bab tujuh masing-masing mengantarkan kepada pembaca tentang mengenali teori hukum kontemporer, mulai dari teori hukum pembangunan yang digagas oleh Mochtar Kusumaatmadja, lalu teori hukum progresif yang dikenalkan oleh Satjipto Rahardjo, hingga teori hukum integratif yang digagas dan karya Romli Atmasasmita.

Paling tidak usai membaca buku ini dari bab pertama hingga tujuh, ada sedikit yang nyantol untuk mengenali filsafat hukum sebagai satu cabang ilmu dari filsafat, sebab sudah umum diketahui bahwa filsafat merupakan induk semua ilmu (mother of science). 

Yang tertuju pada suatu upaya bahwa berfilsafat itu adalah hasil proses karya pikir manusia yang mendalam atau radikal yang dilakukan secara berulang-ulang.

Filsafat sebagai karya pikir manusia ini tentu saja disusun secara sistematis untuk mencari tahu tentang hakekat sesuatu, yakni alam dan manusia. Sehingga bila yang dikaji adalah hakekat alam dan manusia, maka dengan sendirinya filsafat itu mempersoalkan hubungan antara alam semesta dan manusia, sebagai objek yang dibicarakan dengan intens.

Karena objeknya sangat luas dan bersifat universal yang mencakup segala fenomena atau gejala yang ditemui umat manusia di muka bumi ini, filsafat sebagaimana buku ini jelaskan, juga membahas prilaku manusia. Oleh karena prilaku manusia itu ada dan hidup di suatu tempat dan waktu tertentu, maka hal itu dikatakan sebagai gejala hukum. 

Sebab hukum tidak akan ada bila tidak ada manusia, dan apabila orang berfilsafat tentang hukum maka harus berfilsafat tentang manusia terlebih dulu. Setidaknya melalui filsafat prilaku atau etika ini orang juga akan berfilsafat tentang hukum, di mana ia mempelajari sebagian prilaku manusia yang akibatnya diatur oleh hukum.

Dari sinilah kemudian muncul aliran-aliran pemikiran filsafat hukum sejak zaman dulu hingga modern. 

Yang dalam buku ini juga dikenalkan teori hukum modern dari pakar hukum Indonesia, seperti Mochtar Kusumaatmadja, yang mempopulerkan teori hukum pembangunan di masa orde baru, yang digagasnya untuk mengharmonisasikan antara aktivitas jalannya pemerintahan dan pembangunan, dengan konstruksi hukum yang hidup di masyarakat pada zamannya. 

Hukum di masa ini ditujukan untuk menjadi landasan bagi proses pembangunan, sekaligus mengawalnya.

Kemudian dari teori hukum pembangunan, disusul kemudian oleh teori hukum progresif karya Satjipto Rahardjo yang mengupas bahwa hukum tidak semata-mata apa yang tertera dalam suatu peraturan perundang-undangan, namun hukum juga hidup dalam aktivitas masyarakat. 

Karena itu norma tidak selalu menjadi tolok ukur bagi pengambilan keputusan, baik di tingkat pemerintahan, maupun peradilan. Tetapi sebaliknya moral dan semangat penegakan hukum itulah yang mesti dijalankan para penyelenggara negara melalui keberanian untuk melakukan teroboson hukum, demi tercapainya kepastian hukum, dan keadilan.

Dari teori hukum pembangunan, dan teori hukum progresif itu, lahir kemudian teori hukum integratif yang digagas oleh Romli Atmasasmita. Teori ini merefleksi dan memadukan dua teori sebelumnya, agar hukum bisa berjalan sebagaimana yang dicita-citakan yang didasarkan pada ideologi Pancasila. 

Namun dalam teori ini terasa kental bahwa hukum yang hidup di pelosok masyarakat (adat) juga menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan sebagai produk asli hukum bangsa Indonesia. Karena sudah dirasakan sejak masa penjajahan hingga sekarang, produk hukum maupun pelaksanaannya cendrung mengadaptasi hukum yang berlaku di negara-negara barat.

Dari isi buku itu, penulis bisa menanggapi bahwa filsafat itu sebagai segala upaya pemikiran untuk selalu mencari hal-hal yang bijaksana, di mana untuk menjadi bijaksana dari segi filsafat itu mengandung dua makna, yakni baik, dan benar. 

Baik adalah sesuatu yang berdimensi etika, sedangkan benar berdimensi rasional. Dengan demikian filsafat dalam buku ini merupakan sesuatu yang etis dan logis. Yang dicirikan pada aspek penyelidikan tentang apanya (ontologis), bagaimana (epistimologis), dan untuk apanya (axiologis).

Namun sejalan dengan perkembangan teknologi, filsafat atas sesuatu hal juga bisa menjadi kutukan bagi manusia sebab tidak dilandasi oleh pikiran-pikiran yang bijak dan benar. Misalnya peristiwa bom atom Hiroshima dan nagasaki hingga yang teranyar sekarang ini perang Ukrania dan Rusia. 

Peristiwa tersebut tentu saja tidak lepas dari kemajuan produk ilmu pengetahuan, di mana ilmu pengetahuan ini juga adalah bagian dari filsafat yang disalahgunakan pemanfaatannya, termasuk filsafat hukum.  Hukum itu bukan hanya tatanan determinatif yang sengaja dibuat tetapi perlu dilakukan terobosan-terobosan untuk mencapai tujuan hukum yang lebih tinggi.

Di Indonesia, hukum oleh beberapa kalangan dianggap sebagai virus yang membuat masyarakat berupaya sekuat tenaga untuk menghindar. Hal itu sejalan dengan pemikiran penulsi buku ini, yang menilai bila terbitnya suatu peraturan baru, pasti bukan kabar gembira yang diterima sukacita oleh masyarakat. 

Di balik itu pembentuknya juga tampak tidak antusias, dan jika digugat malah selalu berkilah, dengan kata-kata, "ketentuan semacam itu terpaksa dibuat." Padahal jika mau mengoreksi diri, jelas tidak pernah ada inspirasi dalam aksi terpaksa.

Jadi keliru besar bila pemimpin negara berharap rakyat akan lekas bergerak asal peraturan dibuat. Sebab bukan apa-apa, tindakan sadar itu butuh alasan, bukan sekadar rangkaian perintah dan pembatasan.

Karl Reiner seorang filosof, menyebut agar hukum itu dibiarkan mencari dan menemukan jalannya sendiri secara progresif. Artinya di saat peraturan perundang-undangan tidak mengakomodir secara yuridis kepentingan masyarakat, maka hukum sebagai suatu cerminan sosiologis masyarakat akan mencari dan menemukan jalannya sendiri. Dengan kata lain bahwa hukum itu adalah untuk manusia bukan manusia untuk hukum.

Dari yang diuraikan itu, paling tidak dalam buku ini menjelaskan mengenai hakekat hukum itu di mana hukum itu mesti mampu merangkul, baik peraturan maupun kenyataan, dan kebutuhan sosial sebagai dua hal yang harus dipertimbangkan secara matang dalam setiap pengambilan keputusan. 

Dengan maksud yang sama, hukum itu bukan hanya bersifat rule of making (membuat dan menjalankan), tetapi juga sebagai rule breaking (menerobos aturan). Hukum harus membebaskan dan progresif, serta sanggup keluar dari kungkungan atau belenggu cara berhukum yang sudah dianggap baku dan mapan. Namun tentu saja hal itu dilakukan dengan cara tidak menerjang secara membabi buta.

Di samping tentu saja tujuan hukum itu sendiri, yang hendak memastikan adanya ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi adanya masyarakat yang teratur. Juga tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai semua ini  (ketertiban dan keadilan) perlu diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat. Karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikanTuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum.

Jadi sebagai orang awam sekalipun sebenarnya tidaklah sulit untuk memahami dimensi tentang persoalan hukum secara teoritis. Tapi soal prakteknya, ini perkara lain. Setidaknya dengan membaca buku ini, bisa menambah wawasan supaya hidup jadi tertib dan teratur. Bukankah negeri Indonesia ini, Rechstaat, dan bukannya Machstaat. Tabik. 

Identitas Buku:

Judul     : Pengantar Filsafat Hukum (e book)

Penulis  : Dr.H. Muhammad Rakhmat, SH. MH

Penerbit : Warta Bagja

Cetakan : 1 tahun 2015

Halaman: 67 (jarak antar paragraph rapat)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun