Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Tetangga

20 Juni 2022   23:59 Diperbarui: 21 Juni 2022   00:13 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tetanggaku punya teman, temannya ini seorang pekerja gerobak sampah. Yang bertugas membawa gerobak, sementara asistennya mengambil sampah dari rumah ke rumah di komplek perumahan.

Suatu pagi usai mengambili sampah dari rumah ke rumah, gerobak sampahnya menjadi penuh dan menjulang. Kemudian ia tutupi dengan terpal plastik, dan diikat. Supaya tidak jatuh tercecer.

Lalu keduanya istirahat sebentar di warung kopi sebelum di antar ke lokasi di mana sudah menunggu truk sampah yang akan membawanya.

Warung kopi ini agak jauh dari tempat di mana gerobaknya ini ditinggalkan. Tapi mereka sudah yakin akan aman. Biasanya juga begitu.

Berdua mereka berbincang di warung itu. Kata teman tetanggaku ini pada asistennya, di komplek perumahan itu ada seorang warga yang selalu membuang sampah di kali saat tengah malam. Warga ini hanya membuang sampah berupa anak tikus hasil jebakan di rumahnya tiap tiga hari sekali.

"Itu bukan sampah."Kata asistennya.

"Tetep sampah."Balasnya.

"Itu bangke."

"Bangke tetep sampah."

"Sampah itu bekas limbah rumah tangga. Plastik, botol bekas, kardus, sayuran basi, kaleng-kaleng butut."

"Bangke kucing, curut, anjing,, dan yang bernyawa lain kecuali manusia, itu tetep sampah."

"Jadi kalo ada yang buang itu bangke di gerobak, boleh?"Sengit asistennya menanyakan.

Teman tetanggaku tidak mau menjawab. Sebab kuatir jawabannya ini didengar oleh pemilik warung, dan orang-orang lain yang sedang ada di warung kopi ini.

Tapi karena bicara mereka saling berbantahan, terdengar juga, meski soal buang bangke tidak ada penyelesaian. Sebab selama ini mereka tidak punya pengalaman ada warga yang berani menaruhnya di gerobak sampah itu.

***

Satu jam kemudian, mereka kembali pada gerobak. Ketika bersiap hendak membawanya, bau bangke menyengat hidung mereka. Asistennya kemudian memeriksa. Ternyata ada satu anak tikus di atas terpal gerobak itu.

 "Hmm berarti warga itu."Sangka pembawa gerobak.

"Belum tentu juga."

"Kalo bukan dia siapa?"

"Ya mana tau."Balas asistennya enteng.

"Namanya juga sampah. Bawa aja dah!"

"Bangke!"Timpal asistennya kesal.

Lantas keduanya membawa juga gerobak itu meski bau menyengat terus mengiringi, sebab sepoi angin ikut meningkahi.

***

"Kemarin ada curut di gerobak. Saya bawa, dan buang sekalian di truk itu."Kata pembawa gerobak sampah mengadu pada tetanggaku.

"Iya, gak apa-apa. Kecil kan?"

"Iya, tapi kurang ajar aja. Sembarangan."

"Tau siapa yang sengaja buang itu?"

"Gak tau, tapi mungkin seorang warga yang biasa tengah malam buang bangke."

"Jangan asal nuduh."

"Tidak nuduh cuma ada warga yang biasa begitu, maka siapa lagi."

Perbincangan itu sebentar saja. Tetanggaku tidak mau tau dan memperpanjang urusan remeh temeh. Temannya yang pembawa gerobak sampah juga demikian. Tidak peduli lagi.

***

Suatu malam tetanggaku berkunjung. Ia bercerita segala macam, termasuk soal pekerjaan temannya yang sudah sekian tahun jadi pembawa gerobak sampah.

Katanya, mesti dipensiunkan supaya bisa mengubah nasib keluarganya. Ia sedang mengusahakan supaya temannya itu bisa jadi petugas kebersihan di kantor kelurahan.

Temannya itu juga mengeluh padanya, ada orang iseng yang menaruh bangke anak tikus di gerobaknya. Sehingga jadi asal tuduh ke orang lain, yang juga warga di sini.

Tetanggaku bercerita tuntas, dengan ekspresi lepas. Sekali-kali aku tertawa juga mendengarnya.

Tapi kataku kemudian memastikan padanya,"prihatin dengan temanmu itu. Siapa kira-kira orangnya yang sengaja buang bangke di gerobak itu?"

Tetanggaku tidak menjawab. Apalagi menjelaskan. Justru memalingkan wajahnya  ke arah bohlam yang terlihat buram.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun