Suasana malam di kampung sangat sejuk dan terang. Bulan yang tampak bulat penuh juga terlihat jelas dari kejauhan. Â Dari kejauhan itu pula Moko melihat bayangan dua orang perempuan berkerudung melangkah teratur beriringan. Samar-samar terdengar bincang mereka ditingkahi suara katak yang sedang kelaparan. Sekali-kali ada gelak tawa mereka. Dan, Moko malam ini sedang singgah di kediaman haji Koni.
Sebagai keponakannya ia patut untuk meminta maaf atas kelakuannya belakangan ini. Rasanya pamannya ini sudah banyak pula membantu dirinya di kala ia kesulitan. Â Dan, haji Koni hanya memaklumi apa yang selama ini diperbuatnya kala ia utarakan permohonan maafnya itu. Meski begitu kebiasaan yang ada pada dirinya untuk mengail ikan di empang milik orang masih sulit untuk dihilangkan.
Di tengah berpikir itu, dan tiada disadarinya, Mida sudah ada di depan matanya, dan mengucapkan salam.
"O kau rupanya Mida. Darimana malam seterang ini?"
"Abang, tumben. Ini tadi  ada kegiatan di kelurahan,"balasnya sembari mengenalkan Putri, kawan kuliahnya di fakultas yang sama.
Moko tertegun, dan membalas perkenalan itu dengan gerak kedua tangan di dadanya. Ia hanya bisa tersenyum, dan membiarkan kedua perempuan ini memasuki rumah haji Koni. Sementara di teras, ia masih saja mengulum senyum sembari garuk-garuk kepala membayangkan paras manis kawannya, Mida, Putri.
Beberapa saat kemudian tanpa pamit ia meninggalkan kediaman haji Koni. Moko rasanya menganut ajaran jurig, datang tidak diundang, pulang tidak pamitan.
Sejak perkenalan itu, Moko tak mau lepas dari Putri. Atau Putri tak ingin dilepaskannya. Gayung pun bersambut, keduanya kemudian menjadi sepasang orang yang saling tertaut kedua hatinya. Segala macam perbedaan yang sejak mula dirasakan, pelan-pelan mulai banyak kesamaan. Dan, hubungan ini pun sudah menginjak hitungan tahun ke sekian.
Tahun ke sekian ini pula, Moko semakin matang di usianya. Ia sudah menjadi lelaki tulen tanpa joran. Yang ia lakukan sekarang memberikan pelatihan dan konsultasi ternak ikan di kawasan perkampungan sini. Dari kemahirannya ini pula kawasan perkampungan mengalami perubahan. Â
Empang-empang yang dulu jadi sasaran isengnya kini makin meningkat dan tumbuh sebagai jalan produksi masyarakat. Hebatnya lagi, satu luasan empang ada yang dimiliki oleh 10 orang warga secara bersama, yang ia jadikan model kepemilikan aset produksi bagi peningkatan kehidupan ekonomi mereka. Soal bagaimana memiliki, mengelola dan pembagian hasilnya, Moko berpegang pada prinsip satu untuk semua, dan semua untuk kemajuan kampung ini.
Dan, Putri acapkali datang, untuk mendiskusikan upaya Moko yang bersikeras agar empang-empang yang ada ini juga tidak lagi dimiliki secara perorangan. Sebagaimana yang Moko lakukan dari satu luasan empang yang dipunyai 10 orang warga itu.