"Bagaimana mungkin empang pamanmu itu juga bakal dimiliki oleh orang lain?"
"Bisa saja dilakukan sepanjang ada kemauan para pemilik empang di sini untuk kemakmuran dan keadilan warga semua. Buktinya dari 10 orang warga itu. Mereka mau secara sukarela patungan untuk membeli satu luasan yang kini sudah terlihat hasilnya "
"Ya aneh menurut saya, bagaimana bisa patungan itu ada yang besar mengeluarkan biaya, juga ada yang kecil. Tapi hasinya dibagi rata. Aneh!"
"Tidak ada yang aneh. Ini kan kegiatan ekonomi bersama. Tidak ada unsur paksaan, dan tidak ada pula yang merasa paling besar, atau berkuasa sekalipun. Tidak ada."
"Tetap saja aneh. Kalau yang 10 warga itu karena sudah menjadi kesepakatan bersama masih bisa diterima akal sehat. Tapi yang sudah berproduksi dan milik masing-masing dari mereka  eh justru malah ingin juga di kelompokkan seperti 10 orang warga itu. Kalau modelnya koperasi barangkali logis. Bukan kepemilikannya itu."
Moko tersenyum mendengar tangkisan yang diutarakan Putri yang baginya seperti representasi dan sebagai jalan untuk mengetahui lebiih jauh pikiran warga yang memiliki empang-empang itu.
"Koperasi bisa saja. Tapi bagi saya 10 orang yang menjadi pemilik satu luasan itu juga adalah koperasi dalam bentuk lain,"kilah Moko.
"Maksudnya?"
"Mereka bekerja dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka. Hasilnya ya untuk mereka juga. Kalau saja tiap pemilik empang di sini mau juga melakukan hal yang sama, tentu hasilnya bisa dinikmati bersama. Tidak ada lagi monopoli maupun oligarki. Kampung sini kepemilikan empang bisa dimiliki secara berkelompok. Bukan mengelompokkan orang-orangnya saja. Kalau orang-orangnya saja yang dikelompokkan, tidak akan dinikmati hasilnya secara merata."
"Kan masih bisa dikelola juga walau empang itu masih dipunyai secara individu. Hal ini memang sudah umum berlaku di kampung mana pun. Tidak cuma di kampung sini."
Perbincangan itu pun semakin tajam. Putri justru merasakan kejanggalan yang diutarakan Moko selanjutnya. Jalan pikiran Moko seolah gagasan jadul yang sering ia temui dari buku-buku atau dosen ketika di perkuliahan. Zaman yang sudah milenial sekarang ini masih saja dimunculkan pikiran yang aneh menyangkut barang kepemilikan. Dibilangnya semua barang yang dijadikan sumber mata pencahariaan bisa dijadikan alat produksi bersama.