Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gairah Asmara Diam-diam

15 September 2020   16:30 Diperbarui: 16 September 2020   00:56 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tapi ini jarang terjadi. Apa kamu tiap jalan berbincang dulu dengan para pendiri negara?" Tanya Cepi setengah gurau.

"Jangankan pendiri negara, bos. Tunggul Ametung juga saya hubungi sebelum jalan." Timpalnya tak mau kalah.

"Jadi itu semua betul?"

Jimen terhenti. Diam. Jika dijawab betul ia disangka gila. Tidak dijawab, tapi pertanyaannya serius. Jimen serba salah. Ia coba alihkan pertanyaan bosnya itu. Bahwa prestasinya ini karena ada dukungan kuat dari  lingkungan sosialnya.

"Maksudmu dukungan keluarga? Atau ada yang lain?" Tanya Cepi lagi ingin menyelami.

"Keluarga. Juga yang lain."

"Yang lain itu siapa?"

Jimen tersenyum kemudian penuh arti.  Cepi bisa memahami sumringah di wajahnya. Ia urung mencari tahu lebih jauh. Itu persoalan pribadi yang tidak patut untuk diketahui.

Kata Cepi,"sepanjang tidak merugikan perusahaan ini. Itu hak pribadimu. Jalani sebahagia kamu. Saya tidak mau tahu."

***

 Asmara jika sudah berkelindan memang sulit untuk dilepaskan. Tak ayal semua orang pasti pernah mengalaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun