Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Ma, Aku Ingin Peluk Daddy"

5 September 2020   20:44 Diperbarui: 6 September 2020   11:51 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang perjalanan kembali ibu, dan anak ini diam. Tak ada percakapan di antara mereka. Entah apa yang ada dipikiran masing-masing. Cuma bunyi klakson mobil yang memecah keheningan keduanya di atas kendaraan ini.

Kelly meloncat cepat ketika tiba di muka rumah. Dari pintu lolongan anjing begitu panjang menyambut tuan rumahnya. Stephanie mengerutkan dahi. Ia merasakan hal aneh. Tidak biasanya anjing ini membunyikan suara semacam itu.

Sepanjang malam ia sulit pejamkan mata. Di benaknya melintas kebahagiaan yang dirasakan bersama Ryan hingga lahir buah hatinya, Kelly. Kendati ia kerap ditinggal sendiri oleh suaminya untuk tugas bagi negerinya.

Ia menyadari hal itu. Senyum di wajahnya mengembang mengenangkan itu semua, dan ia terlelap kemudian di sisi  Kelly, anaknya.

***

Baru juga hendak mengantar Kelly ke sekolah di pagi itu. Dan, tengah memegang piring bekas sisa makan anaknya, Stephanie mengintip dari celah jendela. Karena terdengar deru kendaraan yang terhenti di muka halaman rumahnya.

Dua pria berseragam militer, satu perwira, dan seorang setingkat bintara, turun disusul seorang pendeta dari kendaraan jeep militer menuju halaman kediamannya.  

Piring yang dipegang itu pun terlepas seketika. Pecah, dan serpihannya terserak sebagaimana dirinya. Kelam.

***

Dua hari kemudian Kelly memeluk erat peti jenazah orang tuanya yang diselubungi bendera di komplek pemakaman militer itu. Stepanie tertunduk pilu tak kuasa mendengar jerit tangis anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun