Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perempuan yang Tak Kuasa Menepis Petaka

31 Mei 2020   08:34 Diperbarui: 1 Juni 2020   15:32 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi siapa sangka Sri pergoki suaminya suatu saat kala anaknya sudah berusia dua tahun. Madun tengah bercumbu rayu tengah hari di ruang tamu dengan perempuan lain  tatkala anaknya tengah lelap tertidur. 

Sementara pembantu di rumah sedang diperintah Madun untuk mencari sesuatu di pasar. Sri sengaja kembali ke rumah di waktu istirahat kantor hendak mengambil suatu arsip yang tertinggal. Ia pun menggedor pintu sekuatnya, mengundang tetangga lain untuk datang. 

Tapi lagi-lagi Madun pandai berkilah, dan perempuan itu pun punya talenta yang sama, yakni mampu menguasai keadaan. Rupanya kedua lain jenis ini dikenali oleh warga di lingkungan sekitar. 

Dengan alasan sedang menyusun rencana program yang akan dilaksanakan pada tahun mendatang, mereka pun lolos. Meski Sri melihat satu kancing di atas baju dinas perempuan ini masih terbuka. Namun Sri tidak sekeras tenaganya ketika menggedor pintu, dan lunglai dengan hiasan kata Madun di tengah keramaian itu. Situasi terkendali akhirnya.

"Semua ini hanya salah paham semata. Kami tidak sebagaimana yang kalian lihat. Jelas kalau kami melakukan seperti yang diduga Sri, istri saya ini dan para tetangga, justru membuat malu keluarga dan korps kami,"kata Madun tenang dan meyakinkan.

Tiga hari Sri tak bersuara sama sekali sejak itu. Ia menimbang-nimbang untuk kembali ke rumah orang tuanya. Rasanya kejadian yang dialami kemarin bagai gelombang yang mengombang-ambingkan suasana hatinya. Ia ingin menjauh tapi sulit. Dan, Madun terus mendekat, hingga ia terpojok oleh pernyataan Madun yang menyebut ia sudah siap jika tak lagi dipercaya sebagai suaminya. 

Rupanya kalimat yang disusun Madun yang bersifat gambling ini, malah mujarab. Sri kembali luluh, dan pasrah oleh rayuan, sentuhan dan segala teknis cumbuan yang menjadi talenta Madun ini. Anak kedua pun lahir kemudian. Rumah tangga kembali dijalani dengan suka cita dan penuh harapan. Telah punya dua anak, Madun menginsyafi diri, dan Sri bahagia disandarannya.

"Sudah empat tahun kita tinggali bersama rumah ini. Selama ini aku yang bayar untuk mencicil. Aku berpikir biar digunakan juga gaji kamu untuk meneruskan di bulan berikutnya, bergantian. Bagaimana?"

"Kenapa begitu, mas?"

"Gajiku akan aku simpan, dan kelak khusus digunakan untuk masa depan anak-anak. Kamu tidak usah khawatir. Ini kan bergantian."

Sri menerimanya juga, dengan harapan yang melambung. Rumahku istanaku jadi impian tiap orang, termasuk Sri. Ia sepakat dengan itu. Madun bukan main bahagia mempunyai istri yang mengerti jiwa raga dirinya. Jiwa iblis dan raga demit. Yang kemudian kembali Sri dikecewakan selama 10 bulan berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun