Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Remason di Ujung Hidung Bang Zaid

7 Mei 2020   03:54 Diperbarui: 14 Mei 2020   17:07 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum jalan Salman kembali merogoh kantong jaketnya, tapi bukan remason lagi, tapi selembar uang lima puluh ribu yang ia sodorkan ke Zaid yang sudah menstarter bajajnya.

"Apaan nih, gile limapuluh ribu. Buat gue?"Tanya Zaid pura-pura kaget  sembari cepat merebutnya yang sudah dipahami Salman.

"Alhamdulillah, buat abang,"sahut Salman tertawa.

"Alhamdulillah, moga berkah hidup lo, Man!"timpalnya terus saja ngeloyor meninggalkan Salman yang juga mengikuti dari belakang.

***

Sore Itu juga, satu-satu warga mendatangi rumah pak RT untuk menerima pembagian sembako. Warga tidak berkumpul tapi dipanggil oleh Zaid dengan menggunakan Toa sembari mengingatkan untuk tetap menjaga jarak. Sementara pak RT mencontreng nama-nama yang sudah menerima haknya. Tidak lama waktu yang dibutuhkan, jelang maghrib semua tuntas dilaksanakan. Dan, mereka pun kembali ke rumah masing-masing untuk berbuka puasa.

Sementara di rumah pak RT ada kejanggalan, sembako tersisa satu kardus. Pak RT kemudian  melihat catatan yang sudah dicontrengnya. Dari sekian nama rupanya Zaid belum dicontreng dan menerimanya, tadi ia sibuk memanggil warga dengan ajakan social distancingnya itu dengan mimik khasnya. Pak RT pun tersenyum membayangkan paniknya  Zaid di rumah.  Ia pun tenang saja, dan didiamkannya kardus itu di ruang tamu.

Di rumah kontrakan Zaid, istrinya diam saja dan cendrung merengut tak banyak bicara. Zaid justru tidak merasakan keanehan dari istrinya itu. Yang ada dipikiran Zaid soal uang yang diterima dari Salman telah membuatnya senang, dan diberikannya uang itu pada istrinya. Ia berharap istrinya tidak merengut lagi setelah uang itu diserahkan. Tapi rupanya gagal. Zaid pun heran tidak biasanya istrinya menjadi pendiam dan bolak balik ke dapur untuk cuci piring.

Sesaat ia diamkan, dan segera sholat maghrib. Usai itu ia membuka perbincangan,"maklumlah, namanya juga ada si covid jadi hari ini gak ada sewa. Itu juga uang dari Salman, Alhamdulillah. Paling gak buat besok udah sedikit aman,"kata Zaid menenangkan.

"Alhamdulillah, bang. Temen-temen abang emang pada baek. Tapi bukan itu masalahnya. Kenapa yang lain terima sembako tapi kita malah enggak. Sedih juga bang saya, kayak enggak diperhatiin sama RT."

Mendengar itu Zaid sontak kaget, ia bisa sampai lupa soal sembako padahal sejak siang tadi sudah menyiapkan diri untuk menerimah haknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun