Apalagi jika orang yang sudah dianggapnya bakal setia dengan perannya sebagai oposisi, eh malah ada keinginan untuk merapat, maka ia pun dengan secara sadar akan mengeritik habis-habisan.Â
Sayangnya jika RG ada di posisi demikian, maka bukan tidak mungkin rakyat biasa, atau awam politik akan melihat RG sudah ada di pihak penguasa. Ini belum tentu juga, selama ia tidak direkrut sebagai katakanlah staf ahli bidang anu di istana.
Lalu bagaimana dengan sikap RG terhadap pemerintahan mendatang itu? Kalau dugaan saya, RG tetap berlaku sebagai pengkritik tiap kebijakan yang digulirkan pemerintahan mendatang nantinya. Dengan harapan, bagian dari kubu Prabowo akan bisa menilai bahwa apa yang digariskan RG untuk mengeritik Prabowo sudah dijalur yang semestinya.
Tidak soal  menyangkut kritiknya terhadap kubu yang tidak beruntung dalam pilpres, yang ia kritik nampaknya sikap politik yang tidak konsisten, dan malah mengaburkan harapan masyarakat akan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang seimbang kelak (pemerintah dan oposisi).
Sebab itu, ada atau tidak ada isu politik yang seksi, bagi RG tetap akan berpikir sebagaimana yang ia pikirkan, sekaligus sebagai bahan pernyataannya. Kebetulan saja usai pilpres ada yang menarik, maka ia berlaku sebagai dirinya sendiri.
Orang lain barangkali menilai ia sedang mencari panggung atau ingin tetap eksis dan jadi pusat perhatian, bagi saya yang awam, dibutuhkan juga orang seperti RG yang bisa menjadi corong bagi kebebasan berpikir, dan melihat sesuatu hal itu dengan cara yang berbeda.Â
Bosan juga kalau kita sebagai penonton diajak untuk berpikir sama rata sama rasa. Sebab kata Epictetus, kebahagiaan dan kebebasan dimulai dengan suatu pemahaman yang jelas atas satu prinsip. Yakni, mana yang ada dalam kontrolmu, dan mana yang bukan. Jadi bagi RG boleh jadi Prabowo itu ada dalam kontrol kebebasan berpikirnya. Siapa tau!