Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sikap Politik Prabowo dalam Kontrol Rocky Gerung

17 Oktober 2019   09:52 Diperbarui: 5 Maret 2020   17:20 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barangkali tidak terlambat untuk menyoal Rocky Gerung, Better late than never-lah.

Ketika pilpres lalu, narasumber di media cetak atau televisi, terutama di acara ILC TV One, Rocky Gerung jadi pusat perhatian. 

Bukan apa-apa, sebab cara pandangnya terhadap isu yang jadi tema bahasan di tiap acara itu berbeda, atau malah controversial. Seperti pernyataannya soal kitab suci itu fiksi, atau soal kritik melulu terhadap kebijakan pemerintah.

Nah yang terbaru, RG malah ingin menempatkan Prabowo sebagai sasaran kritiknya. Pasalnya Prabowo terlihat bakal menjadi bagian dari kekuasaaan lima tahun mendatang.  Masih terlihat ya, dan kemungkinan itu juga masih belum pasti.

Jika diperhatikan dengan semaunya, maka pola RG ini bukan sesuatu yang istimewa. Malah biasa saja. Kenapa? Siapa pun orangnya bila sudah menganggap bahwa Prabowo, dan kubunya itu akan konsisten sebagai oposisi, maka ia akan ikut terus dengan posisi tersebut, alias oposan.  Alasannya biar ada penyeimbang, atau tambahan gizi sehat untuk jalannya pemerintahan mendatang. 

Sebagai oposan tentu RG punya pikiran, sekaligus alasan bahwa ia berkeinginan Prabowo dan kubunya tetap di jalur ini, dengan harapan mengajak masyarakat secara keseluruhan mengenal demokrasi yang sesungguhnya.

Demokrasi yang tidak melulu soal pembagian jatah kekuasaan, tetapi ada edukasi politik menyangkut cara pandang masyarakat terhadap suatu pemerintahan yang menganut paham semacam ini.

Dengan kata lain, masyarakat diajak untuk berpikir, dan melihat bahwa kekuasaan itu bersifat tidak mutlak atau absolut, tetapi masih ada yang tidak terikat oleh kekuasaan itu,alias tidak join di kabinet.

Dalam konteks kelembagaan (eksekutif), maka posisi atau peran oposisi akan efektif jika demikian adanya, sebab pelor sebagai oposan itu ada di lembaga legislatif (DPR).

Dari pandangan awam saya ini, apa yang dikelola oleh RG terkait dengan isu Prabowo dan kubunya ingin merapat, bukan suatu hal yang luar biasa. Justru biasa saja jika kita semua mengerti maksud dari setiap pikiran yang dikemukakan olehnya. Termasuk akan mengkritik Prabowo nantinya.

Artinya, bukan RG tidak konsisten dengan pola berpikirnya selama ini, tetapi ia justru konsisten sebagai orang yang tidak ingin terikat, alias bebas kemana pikirannya akan ditujukan. 

Apalagi jika orang yang sudah dianggapnya bakal setia dengan perannya sebagai oposisi, eh malah ada keinginan untuk merapat, maka ia pun dengan secara sadar akan mengeritik habis-habisan. 

Sayangnya jika RG ada di posisi demikian, maka bukan tidak mungkin rakyat biasa, atau awam politik akan melihat RG sudah ada di pihak penguasa. Ini belum tentu juga, selama ia tidak direkrut sebagai katakanlah staf ahli bidang anu di istana.

Lalu bagaimana dengan sikap RG terhadap pemerintahan mendatang itu? Kalau dugaan saya, RG tetap berlaku sebagai pengkritik tiap kebijakan yang digulirkan pemerintahan mendatang nantinya. Dengan harapan, bagian dari kubu Prabowo akan bisa menilai bahwa apa yang digariskan RG untuk mengeritik Prabowo sudah dijalur yang semestinya.

Tidak soal  menyangkut kritiknya terhadap kubu yang tidak beruntung dalam pilpres, yang ia kritik nampaknya sikap politik yang tidak konsisten, dan malah mengaburkan harapan masyarakat akan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang seimbang kelak (pemerintah dan oposisi).

Sebab itu, ada atau tidak ada isu politik yang seksi, bagi RG tetap akan berpikir sebagaimana yang ia pikirkan, sekaligus sebagai bahan pernyataannya. Kebetulan saja usai pilpres ada yang menarik, maka ia berlaku sebagai dirinya sendiri.

Orang lain barangkali menilai ia sedang mencari panggung atau ingin tetap eksis dan jadi pusat perhatian, bagi saya yang awam, dibutuhkan juga orang seperti RG yang bisa menjadi corong bagi kebebasan berpikir, dan melihat sesuatu hal itu dengan cara yang berbeda. 

Bosan juga kalau kita sebagai penonton diajak untuk berpikir sama rata sama rasa. Sebab kata Epictetus, kebahagiaan dan kebebasan dimulai dengan suatu pemahaman yang jelas atas satu prinsip. Yakni, mana yang ada dalam kontrolmu, dan mana yang bukan. Jadi bagi RG boleh jadi Prabowo itu ada dalam kontrol kebebasan berpikirnya. Siapa tau!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun