Mereka bersahaja, sebagaimana dirinya dan keluarga. Mata Karim menoleh kiri, kanan, juga atas, bawah mumpung di rumah Pariyem. Karim juga baru kali pertama datangi rumah ini. Tapi kalau ke warungnya sudah sering. Padahal mereka bertetangga.
"Ayo bang, diminum, ini ubi rebusnya. Ubinya besar-besar bang, bagus dan manis,"kata Par meminta Karim untuk menyegerakan sajian itu dicicipi, sembari duduk lesehan berhadapan, seraya mengingatkan makanan ini cocok untuknya.
"Iya terima kasih banyak, Par. Jadi ngerepotin ini," balas Karim sembari makan ubi rebusnya yang cukup besar.
"Par senang ubi rebus ya?
"Iya bang senang. Habis banyak manfaatnya."
"Kata siapa?
"Itu bang, mas Jono, petugas gizi Puskesmas bilang cocok untuk diet. Sebab rendah kalori dan kaya akan serat. Apalagi rendah kalori di tambah karbohidratnya yang banyak. Par sih gak ngerti istilah aneh itu. Tapi setelah makan ubi tiap hari satukali, badan agak sedikit ringan, bang. Makanya abang jangan lupa makan ubi."
Karim menganggukkan kepala, serius mendengarkan keterangan Par yang massif, terstruktur dan sistematis. Ia justru tidak menyangka bahwa Par bisa mengingat informasi dari petugas gizi itu dengan detail dan lengkap.Â
Dalam hatinya ia memuji Par sungguh-sungguh. Selain cantik di matanya, juga cerdas dan banyak pelanggan warung nasinya yang pegawai kesehatan.
"Itu map apa, bang?Tanya Pariyem menyadarkan Karim yang tengah terpesona padanya.
"Oh, ini titipan dari pak Haji, Par. Saya kan anggota panitia malam Nuzulul Qur'an  RT kita yang saban tahun di adakan di halaman rumahnya pak Haji Mukti. Pak RT kan sudah menyerahkan semua kepanitian ke pak Haji. Jadi saya datang mau minta sumbangan untuk acara itu, Par. Maaf ya?