Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Satu Wajah Seribu Topeng

12 Juni 2016   23:46 Diperbarui: 5 Maret 2020   20:14 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mau mencari siapa, pak?”Tanya petugas itu dengan penuh selidik.

“Saya mau cari tempat untuk duduk, saya capek pak?” Jawab Badri pasrah.

“Bapak undangan,”?

“Undangan?Saya bukan undangan, tapi orang asli Kuningan.”

“Kalau begitu bapak tidak boleh ada di sini. Ayo keluar!

Petugas itu menggiringnya ke luar. Badri hanya diam, pasrah. Ia turuti kemauan petugas itu seraya menahan rasa kecewa. Wajahnya murung, dan terus pergi, lalu menjauh dari lokasi. Langkah kakinya di arahkan ke tempat di mana sepeda onthelnya di ikat tadi.

Sampai di sini, ia duduk dan bersandar pada pohon, di sisi sepeda. Udara dingin mulai menerpa. Angin terus saja berhembus yang datang dari lembah sekitar bukit. Badri menahannya dengan jaket yang ia kenakan sembari ambil sebatang rokok dari sakunya. Sesaat kemudian asap mulai membentuk bulatan dari mulutnya, namun pecah ditepis angin. Dan, batuk kecil Badri pun keluar seirama dengan musik tari.

Tapi pendengaran Badri tidak terbiasa dengan musik itu. Suara musik tari berbeda dengan biasanya.

“Mungkin Nenden sudah tampil,”pikirnya.

Ia tak beranjak. Telinganya di pasang kuat untuk nikmati bunyi musik dari kejauhan. Namun sejauh mata memandang, ia awasi langkah seorang perempuan renta menuju lokasi pertunjukan. Perempuan itu datang sendiri di malam yang dingin, tanpa sanak atau pun teman. Langkahnya cepat setengah berlari. Wajahnya samar terlihat oleh Badri. Hanya saja Badri amat kenal dengan pakaian yang dikenakannya.

“Siapa dia yang menggunakan pakaian tari topeng zaman dulu?Tanyanya pelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun