Â
Proses pencarian iman kita akan mengantarkan kita untuk berada bersama Allah. Karena iman adalah terang yang terus menarik kita kedalam dirinya. Teologi kristiani lahir dari keinginan ini. Teologi bagi kita bukan wacana tentang Tuhan tetapi pertama-tama penerimaan dan usaha yang lebih mendalam akan firman yang disampaikan Allah bagi kita[9]. Teologi juga harus dapat melayani iman jemaat Kristiani dengan rendah hati.
Â
Persatuan Iman dan Gereja
Â
Iman kita saat ini mempunyai hubungan erat dengan apa yang telah dilakukan oleh para pejuang iman sebelumnya. Yang dimaksudkan adalah mereka yamg mati demi iman dan Gereja. Rumusan credo yang dimiliki sekarang mempunyai sejarah yang cukup panjang. Semuanya itu tidak terlepas dari hadirnya Gereja sebagai ibu iman kita. Iman kita juga bukanlah iman perorangan tetapi iman bersama atau komunal.
Â
Faith is not simply an individual decision that takes place in the depths of the believer's heart, nor a completely private relationship between the 'I' of the believer and the divine 'Thou', between an autonomous subject and God. By its very nature, faith is open to the 'we' of the Church; it always takes place within her communion (n.39)[10].
Â
Gereja sama halnya dengan keluarga dimana ia mewariskan apa yang baik kepada generasi berikutnya. Kita bersyukur karena dalam iman kita menerima warisan sakramen yang juga mengungkapkan iman kita kepada Allah. Kedua sakramen itu yakni pembaptisan dan Ekaristi. Penyampaian iman pertama dan terutama adalah dalam pembaptisan. Baptisan merupakan sesuatu yang diberikan kepada kita. Dalam pembaptisan, ada air yang adalah lambang kematian dan juga kehidupan. Dalam pembatisan harus ada kerja antara Gereja dan keluarga yang menyalurkan iman. Paus Fransiskus mempunyai pengalaman tersendiri berkaitan dengan iman. Menurutnya, keluarga sangat berpengaruh dalam pembentukan iman seseorang, khususnya neneknya yang mengajarkan sesuatu yang sulit ia lupakan.
Â