Iman Kristiani berpusat pada Kristus yakni dengan mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, dan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. Kepenuhan iman terwujud dalam diri-Nya. Kita dapat melihatnya dalam diri Yesus yang telah mengorbankan diri dan wafat di kayu salib demi menyelamatkan umat manusia. Dalam merenungkan pengorbanan Kristus iman tumbuh lebih kuat dan menerima terang yang mencerahkan, lalu iman itu diungkapkan sebagai kasih Kristus kepada kita dan demi menyelamatkan kita[5]. Beriman kepada Yesus sebagai kepenuhan iman kita bukan hanya percaya kepada-Nya tetapi juga melihat segala sesuatu menurut cara pandang Yesus. Iman Kristiani adalah iman kepada Firman yang telah menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus yang dikandung oleh Perawan Maria yang masuk dalam sejarah manusia.
Â
Setelah berbicara mengenai iman yang berawal dari Abraham hingga mengalami kepenuhan dalam diri Yesus, pada bagian berikutnya akan berbicara mengenai keselamatan. Siapa yang akan selamat adalah pertanyaan yang muncul ketika beriman kepada Allah dan percaya akan kehidupan kekal. Bapa-bapa gereja juga telah memikirkan tentang keselamatan dan bahkan ada yang mengatakan karena kasih Allah yang begitu besar sehingga semua orang akan selamat termasuk yang berada di neraka[6].
Â
Iman dan Akal Budi
Â
Lalu, bagaimana keselamatan menurut iman kita. Menurut Lumen Fidei, awal keselamatan adalah keterbukaan pada sesuatu yang ada sebelum kita ada. Hanya dengan bersikap terbuka dan mengakui karunia ini kita dapat diubah, mengalami keselamatan dan menghasilkan buah yang baik. Dalam perjalanan menuju keselamatan kita membutuhkan iman dan kebenaran. Iman tanpa kebenaran tidak mendatangkan keselamatan, tidak memberikan pijakan yang pasti[7]. Iman Kristiani juga tidak hanya memahami kebenaran tetapi juga melayani kepentingan umum. Melayani sama dengan berbagi kasih. Cinta kasih dan kebenaran harus berjalan bersama. Tanpa kebenaran cinta tidak mampu membangun suatu ikatan yang kuat dan tanpa kasih kebenaran menjadi dingin.
Â
Iman kita juga lahir dari pendengaran dan juga penglihatan. Dalam budaya Yunani penglihatan menjadi sesuatu yang khas bagi mereka. Dalam Injil Yohanes, penglihatan menjadi bagian yang sangat penting. Ini sesuai dengan tujuan penulisan Injilnya yakni kepada orang-orang Yunani[8]. Bagi Yohanes percaya berarti mendengar dan melihat. Mendengar selalu dikaitkan dengan suara Gembala yang Baik, sebuah panggilan untuk menjadi murid-Nya. Demikian juga dengan melihat. Ketika orang-orang menyaksikan Lazarus yang dibangkitkan oleh Yesus, mereka menjadi percaya kepada-Nya (Yoh 11: 45). Dalam budaya Yunani sangat dikenal dengan pengaruh filsafat yang sangat kuat. Cara berpikir dengan menggunakan nalar atau akal budi sangat berpengaruh dalam pewartaan atau dalam beriman. Para bapa-bapa gereja awal salah satunya adalah St. Agustinus menggunakan filsafat dalam menyampaikan ajaran iman. Filsuf yang diambil pokok pemikirannya adalah Neoplatonisme yang berbicara tentang Yang Satu.
Â
Iman dapat menggerakan seseorang untuk terus mencari Allah. Contoh yang dapat diambil adalah para majus yang ketika melihat bintang, mereka mengikuti arah bintang itu. Allah adalah terang yang membiarkan dirinya ditemukan oleh orang mau mencarinya dengan hati yang tulus. Ketika seseorang berusaha untuk mencari ia akan menemukan jalan. Karena iman adalah jalan dan masih ada kemungkinan untuk setiap orang untuk percaya dan terus mencari.