Mohon tunggu...
Erson Bani
Erson Bani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis buku "Lara Jasad" (2023) & "Melayat Mimpi" (2023)

Hanya ingin mengabadikan kisah lewat aksara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Melacak Jejak PBB dari LBB hingga Konflik Rusia-Ukraina

28 Februari 2022   18:27 Diperbarui: 28 Februari 2022   18:30 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita tentang perang masih terus bersambung. Tidak ada yang tahu kapan dunia benar-benar berada dalam situasi tanpa adanya perang (the absence of war) yang bukan hanya untuk beberapa tahun saja. Bahkan saat ini ada ketakutan akan terjadinya perang besar dalam sejarah dunia, Perang Dunia III. Hal ini dipicu oleh konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina yang menimbulkan kecaman dari beberapa negara.

Berdasarkan data CNN pada 26 Februari 2022 dikatakan bahwa terdapat 198 warga sipil termasuk 3 anak meninggal dalam konflik Rusia-Ukraina. Konflik masih berlanjut. Rusia akan terus melakukan serangan. Artinya, korban akan terus bertambah jika Rusia belum ingin berdamai.

Jika dilihat dari apa yang disampaikan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam pidatonya bisa dikatakan bahwa ia masih ingin untuk terus melakukan invasi ke Ukraina. Dalam pidatonya ia mengatakan bahwa ada dua alasan utama dari invasi ini, yakni pertama, permintaan dari Donbas, Ukraina yang dikuasai oleh separatis pro-Moskow. Mereka meminta bantuan Rusia terkait klaim serangan pasukan Ukraina ke wilayah mereka. "Republik Rakyat Donbas menyampaikan permintaan bantuan ke Rusia. Sehubungan dengan itu, saya membuat keputusan melancarkan operasi militer khusus," kata Putin yang disiarkan di televisi dikutip TASS, Kamis (24/2) lalu.

Alasan kedua adalah melindungi warga Donbas yang selama ini menjadi target 'pelecehan hingga genosida' dari pemerintah Ukraina selama delapan tahun terakhir. Putin membenarkan aksi ini dengan dalih perdamaian di wilayah Ukraina Timur, Donesk, dan Luhansk yang telah dikuasai oleh kelompok separatis pro-Moskow. Sehingga ia tidak menghiraukan kecaman dan teguran yang disampaikan oleh berbagai pihak, salah satunya dari Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres yang memintanya untuk menarik mundur pasukannya. Berhadapan dengan situasi ini, peran PBB sangat dibutuhkan.

Sekjen PBB mempunyai wewenang untuk berbicara tentang urusan perdamaian. Dalam tata organisasi PBB adalah dewan khusus yang bertugas untuk mengusahakan perdamaian yakni Dewan Keamanan PBB (Security Council). Namun, dalam urusan perdamaian, Sekjen juga bisa berbicara tentang upaya perdamaian, salah satunya yang dilakukan oleh Antonio Guterres dalam konflik Rusia-Ukraina. Suaranya bisa mendorong Dewan Keamanan untuk terus mengupayakan perdamaian.

Konflik Rusia-Ukraina perlu untuk mendapatkan perhatian serius dari dunia dalam hal ini PBB sebagaimana yang tertulis dalam poin pertama tujuan dibentuknya PBB (menjaga perdamaian dan keamanan dunia). Ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III juga menjadi isu hangat. Ini tentu bukan tanpa alasan. Menoleh dari apa yang terjadi dalam Perang Dunia II, peluang terjadinya Perang Dunia III bisa saja terjadi.

Status keanggotaan sebuah negara dalam PBB tidak menjamin tidak adanya perang. Seperti yang terjadi pada Rusia. Saat ini Rusia termasuk dalam 5 anggota tetap yang berada dalam Dewan Keamanan PBB bersama Amerika, Perancis, Inggris, dan Tiongkok. Hal serupa pernah terjadi pada beberapa negara yang termasuk dalam LBB yang dibentuk setelah berakhirnya Perang Dunia I. Justru beberapa negara yang termasuk di dalam LBB lah yang melakukan invasi ke negara lain yang akhirnya meletusnya Perang Dunia II.

Dari LBB Menuju PBB

Sejak berakhirnya perang dunia I (1914-1918) para pemimpin negara berinisiatif untuk menghapus atau mencegah terjadinya perang. Usaha ini akhirnya berhasil ditandai dengan dibentuknya Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) atau LBB pada 10 Januari 1920. Terdapat 63 negara yang bergabung dalam LBB. Jumlah ini terhitung dari 1920 hingga 1939. Berbagai dinamika terjadi dalam LBB sehingga dari 63 negara ini hanya beberapa negara saja yang akhirnya dapat bertahan hingga berakhirnya LBB.

Dalam pembentukan LBB ada sebuah perjanjian penting yakni Perjanjian Versailles. Perjanjian Versailles adalah suatu perjanjian damai yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman. Perjanjian ini terjadi pada tahun 1919. Adapun satu hal penting dalam perjanjian ini yakni Jerman menerima tanggung jawab penuh sebagai penyebab peperangan dan harus melakukan perbaikan-perbaikan pada negara-negara tertentu yang tergabung dalam Sekutu.

Selain itu, Jerman diminta untuk menyerahkan beberapa wilayah kepada tetangganya dan membatasi pasukan militernya sehingga bisa menghambat gerak Jerman untuk memulai perang. Rupanya negosiasi ini tidak melibatkan peran Jerman. Tidak heran jika Jerman kembali melakukan protes terhadap apa yang telah disepakati ini. Jerman sendiri kaget dengan pernyataan bahwa merekalah yang bertanggung jawab secara penuh terjadinya perang. Hasil perundingan yang tidak melibatkan Jerman ini disebut-sebut sebagai sebuah kompromi yang tidak disukai oleh pihak manapun.

Rupanya fondasi LBB yang terdiri dari beberapa negara belum sepenuhnya kuat. Pada 1939 perang kembali terjadi dan dikenal sebagai Perang Dunia II. Ternyata yang memulainya tidak lain adalah beberapa negara yang termasuk dalam LBB seperti Jepang, Italia, dan Jerman. Protes Jerman akhirnya dinyatakan dalam bentuk perang. Jauh sebelumnya, Jepang ternyata telah melakukan pernyerbuan ke Manchuria pada 1931, Italia telah bergerak memasuki Ethiopia pada 1935 dan Jerman melancarkan aksinya ke Austria dan Cekoslovakia pada 1938-1939, Rusia menyerang Polandia Timur, Lithuania dan Estonia pada 1939-1940 yang pada akhirnya meletuslah perang besar dalam sejarah dunia.

Banyaknya kerusakan bangunan dan juga korban jiwa akibat perang, telah membuat dunia merasa perlu dibentuknya sebuah wadah yang bisa mencegah terjadinya perang. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, beberapa negara pemenang (The Big Fives) seperti Amerika, Inggris, Uni Soviet, Perancis, dan Cina sepakat untuk membentuk organisasi baru yang dapat menampung anggota yang lebih banyak, dan dibentuklah Peserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) pada 24 Oktober 1945.

Sama halnya dengan yang terjadi pada LBB, beberapa negara juga menandatangani perjanjian atau yang disebut dengan Piagam Atlantik. Adapun beberapa hal yang termasuk dalam kesepakatan Atlantic Charter yakni tidak dibenarkan adanya usaha perluasan wilayah, setiap bangsa berhak untuk menentukan usahanya sendiri, setiap bangsa punya hak untuk turut serta dalam perdagangan dunia, dan perdamaian dunia harus diciptakan agar setiap bangsa hidup bebas dari rasa takut dan kemiskinan. PBB resmi berdiri pada 24 Oktober 1945 atas ratifikasi Piagam oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan Prancis, Republik Tiongkok, Uni Soviet, Inggris dan Amerika Serikat, dan mayoritas dari 46 negara anggota lainnya. 

Pembentukan ini mempunyai beberapa tujuan, yakni menjaga perdamaian dan keamanan dunia, memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui penghormatan hak asasi manusia, membina kerjasama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia, dan menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.

Upaya untuk menciptakan perdamaian bukanlah hal yang mudah. Hadirnya PBB belum sepenuhnya bisa mencegah terjadinya perang. Hal ini dibuktikan dengan perang-perang yang masih terjadi setelahnya. Misalnya, Perang Dingin yang melibatkan dua blok yakni Timur dan Barat di bawah kepemimpinan Uni Soviet dan Amerika. Manifestasi dari Perang Dingin ini adalah Perang Korea (1950-1953), Perang Vietnam (1959-1975), Perang Cina-India (1962), dan berbagai perang lainnya hingga berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990-an. Rupanya cerita tentang perang tidak berakhir bersamaaan dengan berakhirnya Perang Dingin. Masih banyak lagi konflik yang terjadi dan tentunya butuh peran PBB.

Cara PBB Menangani Konflik

Kehadiran PBB setidaknya dapat memberikan kenyamanan kepada dunia. Berbagai konflik dapat dikatakan berhasil ditangani meskipun ada yang masih terus berlanjut hingga saat ini. Misalnya konflik Libanon-Israel, konflik di Sudan Selatan pada 2013, dan berbagai konflik lainnya. Dalam menangani konflik, ada beberapa agenda yang dimiliki oleh PBB yakni conflict prevention, peacemaking, peace keeping, peace building, peace time operation, dan peace enforcement.

Pertama, conflict prevention. Conflict prevention adalah sebuah upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan sehingga tidak sampai pada konflik yang lebih besar. Tindakan ini dapat dilakukan sedini mungkin dengan melihat berbagai faktor yang menjadi pemicu terjadinya konflik. Conflict prevention menjadi tahap awal dalam menangani konflik.

Kedua, peacemaking. Pada tahap ini, PBB mengajak kedua negara yang atau pihak yang sedang berkonflik agar dapat melakukan dialog sehingga mencapai kesepatakan untuk berdamai. Kehadiran PBB menjadi fasilitator dengan mencari solusi dan bisa meminta kedua belah yang sedang berkonflik untuk membuat perjanjian damai yang disepakati bersama.

Ketiga, peace keeping. Peace keeping adalah sebuah upaya untuk menjaga keamanan. Langkah ini diambil biasanya setelah konflik tidak bisa dihindari lagi. Pasukan militer dikerahkan untuk menjaga menjaga dan memulihkan perdamaian. Kehadiran pasukan militer bukan untuk memberikan serangan kepada satu pihak tetapi melindungi. Adapun tujuan dari peace keeping adalah menjaga terjadinya gencatan senjata, menjaga proses negosisasi, dan memberikan bantuan kemanusiaan.

Berdasarkan data dari United Nations Peace Keeping pada 30 November 2021, dikatakan bahwa terdapat 71 operasi penjagaan keamanan (peace keeping) sejak 1948 dan ada 12 operasi saat ini (current peace keeping operations). Adapun jumlah personel yang bergabung didalamnya sebanyak 87.572 dari 121 negara yang terdiri dari 1.001 expert in mission, 7.266 police, 2.073 staff officer, 11.996 civilian personnel, 1.247 UN volunteers, dan 63.889 troops. Dari upaya yang dilakukan ini, jatuhnya korban jiwa tidak bisa dihindari. Terdapat 1.500 orang yang meninggal dalam operasi saat ini (total fatalities in current operations) dan 4.161 total keseluruhan sejak 1948 (total fatalities in all operations since 1948).

Keempat, peace building. Peace building adalah upaya menciptakan keadaan yang damai seperti sebelum terjadinya konflik. Misalnya, pemulihan keadaan ekonomi, sosial dan politik, memperbaiki fasilitas pendidikan, kesehatan dan membangun infrastruktur. Hal ini dilakukan agar faktor yang menyebabkan perang tidak terjadi lagi.

Kelima, peace time operation. Peace time operation merupakan kegiatan menanggulangi bencana atau yang dikenal dengan misi kemanusiaan. Misalnya, memberikan bantuan berupa obat-obatan, makanan, tempat tinggal, para tenaga medis, dan berbagai kebutuhan pokok lainnya.

Keenam, peace enforcement. Upaya yang dilakukan pada tahap ini adalah membangun pemahaman dan meyakinkan pihak-pihak akan bahaya yang terjadi akibat perang. Misalnya, perang hanya akan menimbulkan kehancuran jiwa, moralitas sosial, dan berbagai bangunan. Atau, perang dapat menimbulkan trauma yang berkepanjangan kepada mereka yang mengalaminya dan bisa saja dendam masa lalu akan terus terbawa dari generasi ke generasi. Beberapa langkah inilah yang dilakukan oleh PBB dalam menangani konflik.

Upaya PBB dalam Konflik Rusia-Ukraina

Lalu sudah sejauh mana PBB berusaha meredakan konflik Rusia-Ukraina? Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya dua badan utama PBB, Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara dan Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang, akan mengadakan pertemuan terpisah pada Senin mengenai invasi Rusia ke Ukraina. Dalam pertemuan ini menurut Dewan Keamanan akan memberikan kesempatan kepada semua anggota PBB berbicara tentang konflik ini dan akan memberikan resolusi di akhir minggu yang menurut Duta Besar AS, Linda Thomas-Greenfield yang akan meminta pertanggungjawaban Rusia atas tindakannya yang tidak dapat dipertahankan dan atas pelanggarannya terhadap Piagam PBB.

Duta Besar Prancis, Nicolas De Riviere mengumumkan bahwa Dewan Keamanan akan mengadakan pertemuan Senin sore mengenai dampak kemanusiaan dari invasi Rusia, sesi yang diupayakan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk memastikan pengiriman bantuan kepada semakin banyak orang yang membutuhkan di Ukraina.

De Riviere mengatakan Prancis dan Meksiko akan mengusulkan rancangan resolusi untuk menuntut diakhirinya permusuhan, perlindungan warga sipil, dan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan untuk memenuhi kebutuhan mendesak penduduk. Dikatakan kemungkinan akan dilakukan pemungutan suara pada hari Selasa. Jika terjadi lagi maka ini adalah yang ketiga kalinya dilakukan pemungutan suara.

Sebelumnya, Dewan Keamanan juga telah melakukan pemungutan suara pada resolusi yang disponsori oleh Amerika. Hasilnya, 11 suara setuju, 1 tidak setuju dan 3 abstain yakni China, India, Uni Emirat Arab. Hasil yang sama terjadi dalam dua pertemuan. Duta Besar Rusia, Vassily Nebenzia mengatakan dia memilih menentang resolusi tersebut karena dewan belum membuat petunjuk pada upaya untuk mencapai solusi konstruktif. Selama pertemuan hari Minggu, dia berkata, sekali lagi kami mendengar kebohongan, penipuan dan kebohongan tentang penembakan membabi buta di kota-kota Ukraina, rumah sakit dan sekolah. Tentara Rusia tidak mengancam warga sipil di Ukraina.

Nebenzia menuduh "nasionalis Ukraina" menangkap warga sipil dan menggunakan mereka sebagai tameng manusia dan membawa alat berat dan beberapa peluncur roket ke daerah pemukiman. Dan dia mengatakan warga sipil juga diancam oleh "tahanan, pelarian dari penjara, perampok, pencuri dan penjahat" yang telah diberikan senjata.

Berhadapan dengan situasi seperti ini, ada sebuah pernyataan menarik dari Duta Besar Ghana, Harold Agyeman. Ia meminta semua anggota PBB untuk berpartisipasi dalam pertemuan darurat Majelis Umum hari Senin untuk bersatu dalam seruan perdamaian dalam menghentikan perang yang tidak dapat dibenarkan ini. "Pertemuan ini harus dilakukan tidak hanya untuk generasi ini tetapi untuk mengenang mereka yang "berbicara kepada kita dari kuburan yang gelisah dari dua perang dunia" ("He said it should be done not only for this generation but in memory of those who "speak to us from the restless graves of the two world wars.")

Saat ini, dunia mempunyai harapan besar kepada PBB dalam menangani konflik Rusia-Ukraina. Pertemuan yang akan dilakukan pada Senin sore diharapkan bisa mencapai kesepakatan bersama yakni untuk perdamaian sehingga narasi meletusnya Perang Dunia III tidak terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun