"Ayuk kita berangkat!" ajak Asri setelah menyiapkan motor.
"Ma, kata Dokter Rosa tidak boleh angkat berat-berat dan bawa motor!" tegur Nana, saat melihat ibunya mengangkat beberapa botol pewangi.
"Itu pesanan Dokter Rosa, Nak!" sahut Asri lagi, "Ayuk cepetan berangkat!" ajak Asri mulai tak sabar.
Nana segera turun dari teras, yang posisinya lebih tinggi dari jalanan di depan rumah, karena sering banjir. Itupun ibunya yang membuat tanggul sendiri, karena sang ayah tidak pernah perduli.
Setelah menempuh perjalanan 100 meter dari rumah, Nanapun turun dari motor. Dia memeluk ibunya erat dan segera mencium punggung tangan.
"Ma, Nana sekolah dulu, jangan terlalu capai, ya!" pesan Nana sebelum berlari untuk menyalami guru-gurunya, yang berbaris menyambut murid yang datang.
Asri merasa perih di bagian perutnya. Dia meringis di balik masker.
"Sabar ya, Nak! Kita segera periksa ke Dokter Rosa, kok!" katanya sambil mengusap perutnya lembut.
Dia segera memacu motornya, meninggalkan lapangan sekolah Nana.
Setelah mengantri beberapa saat, namanya dipanggil. Asri menjalani pemeriksaan kandungannya.
"Sendiri lagi dan bawa motor, Bu?" tanya Dokter Rosa dengan senyum prihatin.