Wajah Marko sontak memerah. Ucapan Key menyeretnya ke memori delapan tahun lalu. Saat Marko meminjam mobil iparnya, untuk bergaya di hadapan Sukriati.
Untuk melancarkan modusnya itu, dia membawa Key, putri semata wayangnya. Iparnya meminjamkan mobil.
Marko meminta Key, memanggilnya "Om".
"Aaargh!" dengus Marko seraya mencengkeram rambutnya keras.
Betapa bodoh dan kejamnya dia dulu. Berselingkuh di hadapan putrinya sendiri. Entah apa yang sudah merasuki jiwanya saat itu. Maksiat dengan entengnya.
"Yah, mungkin ini kesempatan terakhir untukmu untuk minta maaf pada mama!" kata Key, menghentakkan kenangan Marko.
"Apa mamamu mau memaafkan ayah?" tanya Marko lesu.
Dia menyadari kelakuaannya, yang sangat tak berperasaan. Mencampakkan istri yang tengah hamil, dan melontarkan kata-kata kejam, di saat sang istri tengah bertaruh nyawa melahirkan sang buah hati.
Menurut perkiraan Marko, anak laki-laki itu, pasti dilahirkan saat bulan ramadhan. Saat itu Elis sempat menelponnya, dan Marko tak menggubrisnya sama sekali.
Marko terus menatap bocah laki-laki itu. Namun yang ditatapnya, membuang pandangan ke suatu gang, dengan sorot khawatir.
"Coba dulu!" sahut Key tegas.