Gadis kecil itu berusaha membela sang ibu lagi dan lagi. Namun, itu selalu tak berguna, dia tetap mendengar sang paman dan bibi mem4ki dan menghujat ibunya terus menerus.
Kini Amel berharap ibunya tidak pulang, agar tak mendengar hujatan dari saudaranya itu, atau setidaknya jangan pulang, sebelum keluarga pamannya ini pulang. Dia tak ingin ibunya dihina, dan dimaki-maki lagi.
Bu Hani berjuang sendirian menafkahi kedua anaknya itu. Dia memang sungguh tidak beruntung. Sang suami meninggal dunia dalam suatu kecelakaan hebat, bersama selingkuhannya, dan meninggalkan hutang di mana-mana.
 Pasca kematiannya, keluarga sang suami mengambil semua uang asuransi dan mengklaim Bu Hani sudah dicerai, hingga tak berhak mengambil uang asuransi dan juga harta warisan.
Bu Hani saat itu baru saja melahirkan Salman lewat operasi cesar. Dia memutuskan untuk diam. Dipeluk kedua anaknya dan tetap percaya pada rencana Tuhan.
Bu Hani adalah wanita yang sederhana, yang berusaha menjadi seorang ibu yang kuat untuk kedua anak-anaknya. Dia bertekat sangat kuat untuk membuat Amel dan Salman bahagia.
Sepulang dari rumah sakit, Bu Hani diusir dari rumah kontrakan, karena sang suami tak membayarkan uang kontrakan yang dititipkan Bu Hani. Padahal itu hasil kerja serabutan selama ini.
Bu Hani bekerja mati-matian, untuk menutupi sebagian besar kebutuhan keluarganya, karena punya suami yang sangat pelit dan juga perhitungan.
Belum lagi, sang suami juga punya hobi selingkuh di luaran sana, pemalas dan terbiasa dimanfaatkan oleh keluarganya di kampung. Walau harus memeras istri, Pak Dan ini tak perduli.
Bu Hani disuruh banting tulang, untuk membantu keluarga sang suami. Setiap Bu Hani ada uang sedikit saja, Pak Dan pasti meminta dengan paksa. Bu Hani hanya diam seribu bahasa, karena tak ingin Amel melihatnya dim4ki lagi.
Bu Hani memendam kesedihannya. Dia tak ingin Amel sedih. Setiap hinaan ditelannya sendiri.