Mohon tunggu...
ERRY YULIA SIAHAAN
ERRY YULIA SIAHAAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, guru, penikmat musik dan sastra

Menyukai musik dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu Lani dan Keluarga Pengamen

1 Agustus 2024   17:59 Diperbarui: 2 Agustus 2024   12:40 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Siang itu Ibu Lani sedang menjinjing dua tas plastik berisi belanjaan. Dia dari pasar dan sedang menunggu angkot di terminal dekat pasar.

“Ibu, sini saya bawa satu tasnya,” kata seorang anak perempuan. Suara itu cukup akrab di telinga Ibu Lani.

Ibu Lani menoleh. Ah, Elsa rupanya. Wajah Ibu Lani berseri. Direlakannya satu tas yang berukuran kecil dibawa oleh Elsa.

Ibu Lani terlihat bahagia. Perempuan cilik yang dulu kumal itu terlihat lebih cantik dalam pakaian putih merahnya.

“Mana Nika?” tanya Ibu Lani. Belakangan ini Nika memang jarang terlihat bersama Elsa.

“Sedang sekolah, Ibu. Masuk sekolahnya siang, sekarang sudah kelas satu,” jawab Elsa tentang teman mainnya sedari kecil itu.

Ibu Lani dan Elsa kembali terlibat percakapan. Kali ini, lebih banyak soal sekolah Elsa. Wajah Elsa berseri-seri. Gadis itu kini rajin belajar. Dia memang masih mengamen, tetapi pada akhir pekan saja dan cepat pulang. Ibu Elsa juga masih mengamen, dengan boks hitam pengeras suara yang lebih besar, dilengkapi mikrofon dan musik siap putar dari dalamnya, terkadang membawa bayinya. Sementara adik Elsa sudah masuk kelas satu, juga rajin dan jarang dibawa mengamen oleh ibunya.

Rupanya, sepulang Ibu Lani dari rumah Elsa dua tahun lalu dan beberapa pertemuan setelahnya, ayah Elsa dan keluarganya berpikir keras. Betapa pendidikan itu penting. Benar, mereka bisa makan dari mengamen. Tapi zaman terus berubah. Tantangan hidup makin kompleks. Saat ini mungkin masih bisa menyanyi di jalan-jalan dengan ukulele rusak untuk mendapatkan uang. Tapi, suatu hari kemampuan itu tidak cukup lagi untuk merespon selera orang yang terus berkembang. Selain itu, bukankah anak-anak juga berhak merenggut kehidupan yang lebih baik daripada orangtua mereka?

Elsa turun lebih dulu. Kali ini, Ibu Lani tetap dalam angkot. Wajahnya gembira. Tas-tas plastik belanjaannya tampak jauh lebih ringan, selepas dia memandang Elsa yang menghilang dari pandangan. ***

Erry Yulia Siahaan (Bogor)
Kisah ini terinspirasi dari pertemuan dengan dua bocah pengamen pada Kamis (1 Agustus 2024) siang di dalam angkutan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun